Pemerintah meyakini Indonesia bisa menjadi pemain inti dari rantai pasok dunia ...
Jakarta (ANTARA) - Di Jawa Tengah ada kawasan industri yang digadang-gadang bisa menjadi pengubah permainan atau game changer orientasi investasi dan manufaktur di Indonesia.

Zona industri khusus yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Juli 2024 itu berada di Dusun Plabuan, Desa Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, dan dinamai sebagai Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB).

Area tersebut memiliki luas 4.300 hektare, mampu menampung 250 ribu pekerja, serta bisa mendongkrak investasi.

Sebagai kawasan industri berstandar internasional, Pemerintah menyebut KITB jadi andalan relokasi pabrik global karena memiliki letak yang strategis, infrastruktur lengkap seperti reservoir, pengelolaan air, sampah, dan limbah, serta kawasan yang istimewa.

Ada tiga klaster (cluster) yang tersedia di Kawasan Industri Terpadu Batang, dengan pembedaan klasifikasi berdasarkan subsektor industri.

Klaster satu memiliki luas 3.100 hektare yang ditujukan untuk subsektor industri otomotif, kimia, dan peralatan. Klaster dua seluas 800 hektare untuk industri yang bergerak di bidang teknologi, elektronik, dan perdagangan. Adapun Klaster tiga memiliki luas lahan 400 hektare dengan target investasi di sektor komersial dan pariwisata.

Terhitung hingga Oktober 2024, sudah ada 21 tenant atau perusahaan dunia yang membeli lahan di klaster satu seluas 450 hektare, dan telah membangun pabriknya di kawasan tersebut dengan realisasi investasi mencapai Rp16 triliun.

Dikatakan sebagai kawasan industri yang mengedepankan investasi berkelanjutan, itu karena tak sembarangan perusahaan yang memiliki uang bisa membangun pabriknya di zona tersebut.

Pemerintah menetapkan seleksi yang ketat dengan melihat akreditasi perusahaan, orientasi bisnis yang dilakukan, serta dampak berkelanjutan yang tercipta terhadap ekonomi Indonesia.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut bahwa setiap perusahaan yang masuk dan mendirikan pabriknya di KITB, mesti memiliki orientasi ekspor, dengan visi menjadikan barang yang diproduksi di Indonesia dapat menguasai pasar global.


Orientasi ekspor

Sebagai sentra manufaktur dunia, Pemerintah menetapkan syarat saklek bagi pabrik yang ada di KITB, yakni mesti berorientasi melakukan ekspor.

Penetapan tersebut karena Indonesia ingin perusahaan yang berinvestasi di wilayah itu tidak menggerus produk buatan industri kecil menengah (IKM), serta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) domestik, melainkan mendorong daya tawar menawar (bergaining positions) Indonesia di pasar Internasional, sekaligus memacu kompetensi sumber daya manusia (SDM).

Seperti halnya dua pabrik global yang baru pada Oktober ini diresmikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, yakni pabrik pengelolaan kaca KCC Glass serta pabrik pembuatan pipa milik perusahaan terkemuka dunia yakni Wavin, Orbia.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani (tengah) meresmikan pabrik KCC Glass di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah, Kamis (3/10/2024). ANTARA/Muzdaffar Fauzan


Perusahaan tersebut bakal mengekspor hingga 80 persen produksinya, dengan orientasi pasar mulai dari Asia Tenggara, Asia Timur, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika.

Untuk KCC Glass, realisasi investasi yang ditanamkan sebesar Rp4 triliun, dan berencana segera menanamkan modal tahap kedua yang mencapai Rp8 triliun.

Pabrik yang menempati lahan seluas 49 hektare tersebut memiliki kapasitas produksi 1.200 ton kaca per hari atau 36.000 ton per bulan sehingga membuat pabrik yang berada di Indonesia ini menjadi fasilitas pembuatan kaca terbesar di Asia Tenggara.

Sama seperti KCC Glass, pabrik milik Wavin, Orbia juga mesti melakukan ekspor sebagian besar produksinya, dengan target pemasaran Singapura, Vietnam, Australia, serta Selandia Baru.

Fasilitas pembuatan pipa polivinil klorida (PVC) hasil kerja sama antara Indonesia dan Belanda tersebut dibentuk dari penanaman modal sebesar Rp825 miliar, serta diharapkan turut memenuhi kebutuhan domestik, mengingat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 90 persen.

Dengan masuknya dua perusahaan tersebut, Pemerintah meyakini Indonesia bisa menjadi pemain inti dari rantai pasok dunia sehingga hal ini secara langsung bisa menarik minat investasi dari perusahaan terkemuka lainnya untuk menanamkan modal di Kawasan Industri Terpadu Batang.

Guna memastikan kelancaran ekspor perusahaan yang ada di KITB, Direktorat Bea dan Cukai menjanjikan kemudahan mengurus perizinannya, mulai dari pendirian kawasan berikat, penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), pergudangan, bangunan pengelola, serta dermaga (jetty).

Terkait penerbitan izin kawasan berikat atau tempat kolektif barang impor/ekspor, pihak Bea Cukai memastikan keputusan pembuatan izin hanya memakan waktu 1 jam setelah perusahaan mengajukan pembentukan berikat.

Selain itu, Pemerintah juga menyediakan konsultan bisnis sehingga para pelaku industri di wilayah itu tak perlu repot mengurus perizinannya.


Menjadi KEK

"Rezeki meruah"

Frasa itu cocok disematkan kepada para investor yang telah atau berencana untuk menanamkan modalnya di Kawasan Industri Terpadu Batang.

Itu karena pemerintah bakal menaikkan kelas KITB menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Padahal, gelar kawasan industri saja sudah diberikan perlakuan khusus berupa jaminan infrastruktur pendukung yang lengkap, pajak yang lebih rendah, beragam insentif, serta minim sengketa karena lahan sudah disediakan.

Dengan menaikkan kelas KITB menjadi KEK, bonus yang didapat oleh para pengusaha tak sebatas itu saja, namun akan bertambah menjadi pemberian tax holiday selama 10--20 tahun bagi investor yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama di KEK, dan tax allowance untuk kegiatan di luar kegiatan utama.

Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), kemudahan mengurus keimigrasian, tidak diwajibkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam zona KEK, serta pelayanan perizinan investasi yang satu pintu.

Selanjutnya, pembebasan PPN impor, pembebasan dan/atau penangguhan bea masuk, tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI), pembebasan cukai, serta pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah 50--100 persen.

Untuk realisasi perubahan kelas KITB menjadi KEK sudah disetujui oleh Dewan Nasional KEK, dan tinggal menunggu peraturan pemerintah (PP) yang ditandatangani oleh Presiden.

"Insya Allah segera," kata Menteri Rosan.

Oleh karenanya, melalui penerapan investasi berkelanjutan di wilayah KITB, Pemerintah meyakini kawasan tersebut bisa menjadi sentra manufaktur berdaya saing global, etalase investasi di Indonesia, sekaligus memberikan dampak pada pemajuan industri pengolahan Tanah Air yang saat ini sudah menempati urutan ke-5 dunia.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024