Jakarta (ANTARA) - Di era keemasan sepak bola Indonesia pada 1980-an, ada satu klub yang begitu fenomenal dan legendaris, yaitu NIAC Mitra.
Klub yang berbasis di Surabaya ini dikenal sebagai salah satu tim paling sukses di kompetisi Galatama (Liga Sepak Bola Utama), kompetisi yang menjadi cikal bakal Liga Indonesia saat ini.
Dalam sejarahnya, NIAC Mitra mencatatkan prestasi luar biasa, salah satunya adalah kemenangan melawan raksasa Inggris, Arsenal, yang kala itu menjadi salah satu tim terkuat di dunia.
Sejarah singkat NIAC Mitra
NIAC Mitra (New International Amusement Center Mitra) didirikan pada tanggal 14 Agustus 1978 sebagai klub sepak bola yang berisikan pemain dari para karyawan perusahaan yang ingin menyalurkan hobi sepak bolanya. Klub ini menjadi salah satu dari sedikit tim yang ikut serta dalam kompetisi Galatama edisi perdana, yang diluncurkan pada tahun 1979 sebagai liga semi-profesional pertama di Indonesia.
Galatama diinisiasi oleh PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) untuk meningkatkan kualitas sepak bola nasional dengan melibatkan klub-klub yang tidak bergantung pada pemerintah daerah, melainkan memiliki manajemen mandiri.
Klub-klub yang menjadi pendiri dan peserta Galatama edisi pertama adalah NIAC Mitra, Pardedetex, Warna Agung, Jayakarta, hingga Indonesia Muda.
NIAC Mitra milik Agustinus Wenas ini mendapatkan suntikan dana sponsor dari perusahaan New International Amusement Center yang juga menjadi nama tim tersebut.
Perusahaan itu disebut-sebut sebagai rumah judi dan kasino yang menguasai daerah Surabaya pada masa itu. Melalui dukungan tersebut, klub ini segera menunjukkan kualitasnya sebagai tim yang kompetitif.
Pada tahun 1980-an, mereka berhasil menjadi salah satu kekuatan dominan di Galatama. Klub ini dikenal memiliki manajemen yang baik dan merekrut pemain-pemain berbakat, baik lokal maupun asing, sehingga menjadi salah satu klub paling ditakuti lawan.
Pencapaian di Galatama
NIAC Mitra memenangkan dua gelar juara Galatama, yaitu pada musim 1980-1982, 1982-1983, dan 1987-1988. Selain menjuarai kompetisi domestik, NIAC Mitra juga pernah merengkuh gelar juara pada turnamen Internasional Piala Emas Aga Khan 1979 di Bangladesh, yang merupakan cikal bakal Liga Champions Asia saat ini.
Mereka juga selalu berada di papan atas klasemen selama beberapa musim kompetisi berikutnya. Keberhasilan ini tidak hanya didukung oleh para pemain bintang, tetapi juga karena manajemen yang solid dan profesional.
Klub ini memiliki beberapa pemain terkenal seperti Rudi Wiliam Keltjes, Joko Malis, Abdul Kadir, dan penyerang Singapura Fandi Ahmad sebagai pemain asing, yang menjadi salah satu daya tarik Galatama saat itu. Kombinasi pemain lokal berbakat dan asing yang berkualitas membuat NIAC Mitra menjadi tim yang sangat tangguh.
Pertandingan bersejarah: NIAC Mitra vs Arsenal
Salah satu momen paling ikonik dalam sejarah NIAC Mitra adalah ketika mereka berhasil mengalahkan Arsenal dalam laga persahabatan pada tahun 1983. Arsenal merupakan klub sepak bola asal Inggris yang sudah memiliki nama besar di panggung internasional, melakukan tur Asia sebagai bagian dari persiapan pra-musim mereka.
Di tengah tur tersebut, mereka dijadwalkan untuk melawan NIAC Mitra di Stadion Gelora 10 November, Surabaya.
Pertandingan ini menjadi perhatian besar bagi publik sepak bola Indonesia. Arsenal datang dengan kekuatan penuh, termasuk beberapa pemain bintangnya seperti Pat Jennings hingga David O'Leary.
Namun, siapa sangka, NIAC Mitra yang kala itu bermain dengan semangat tinggi mampu menundukkan Arsenal dengan skor 2-0 lewat gol yang dicetak oleh Fandi Ahmad dan Joko Malis.
Kemenangan ini menjadi kebanggaan besar tidak hanya bagi NIAC Mitra, tetapi juga bagi sepak bola Indonesia. Hasil ini membuktikan bahwa klub-klub Indonesia, khususnya dari kompetisi Galatama, mampu bersaing dengan klub-klub Eropa.
Akhir dari NIAC Mitra
Meski sempat menjadi kekuatan besar di era 1980-an, NIAC Mitra perlahan mulai meredup. Pada awal 1990-an, dengan semakin sulitnya pendanaan dan perubahan dalam struktur liga sepak bola Indonesia, NIAC Mitra terpaksa berhenti berkompetisi.
Klub ini akhirnya diakui sisi oleh pengusaha asal Banjarmasin, Sulaiman bin Haji Basirun, yang juga pemilik Hasnur Grup dan klub sepak bola Barito Putera.
Setelah berganti kepemilikan Mitra Surabaya kemudian mengganti nama menjadi Mitra Kalteng Putra dan berpindah markas ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Pada tahun 2003, Mitra Kalteng Putra mengalami kesulitan keuangan hingga klub ini kembali dijual dan dibeli oleh pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan sekaligus mengganti namanya menjadi Mitra Kutai Kartanegara atau Mitra Kukar yang dikenal saat ini, klub ini bermarkas di Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Warisan NIAC Mitra
Meski kini klub tersebut sudah tidak lagi aktif, NIAC Mitra tetap diingat sebagai salah satu klub paling legendaris dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Kemenangan melawan Arsenal menjadi momen yang selalu dikenang oleh para penggemar sepak bola Indonesia. Selain itu, keberhasilan mereka di kompetisi Galatama menunjukkan bahwa dengan manajemen yang profesional, klub-klub Indonesia bisa bersaing di tingkat internasional.
Kesuksesan NIAC Mitra juga menjadi inspirasi bagi klub-klub di Indonesia untuk terus berkembang dan berusaha mencapai standar yang lebih tinggi.
Hingga saat ini, nama NIAC Mitra masih sering disebut sebagai simbol kejayaan sepak bola Indonesia di masa lalu.
Baca juga: Sejarah Piala AFF: Ajang sepak bola paling bergengsi di Asia Tenggara
Baca juga: Sejarah FIFA dan perkembangannya
Baca juga: Sejarah Copa del Rey, turnamen sepak bola tertua di Spanyol
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024