Kairo (ANTARA News) - Satu ledakan bom menewaskan seorang pria dan melukai saudaranya di dekat Ibu Kota Mesir, Kairo, pada Sabtu, demikian laporan harian Al Ahram di jejaringnya.
Kedua orang tersebut sedang mengamankan satu daerah di Provinsi Giza, yang bertetangga dengan Kairo, dan mereka menemukan barang yang mencurigakan. Ketika mereka sedang memeriksa barang itu, benda tersebut meledak sebab itu akan bom rakitan, kata laporan Al Ahram.
Ledakan tersebut terjadi cuma sehari sebelum upacara pengambilan sumpah Presiden terpilih Mesir Abdel-Fattah As-Sisi --yang menang besar dalam pemiliha presiden negeri itu pada Mei, demikian laporan Xinhua.
As-Sisi, mantan kepala staf Angkatan Darat, memimpin penggulingan presiden Islami Mohamed Moursi pada Juli tahun lalu, setelah protes di seluruh negeri tersebut terhadap kekuasaan satu-tahun tokoh Ikhwanul Muslimin itu.
Sejak penggulingan Moursi, Mesir telah diguncang oleh gelombang ledakan, kebanyakan di Semenanjung Sinai, yang mudah bergolak. Ledakan tersebut ditujukan ke personel keamanan dan kompleks mereka. Belakangan, beberapa ledakan terjadi di Kairo dan kota besar Delta Nil.
Satu laporan belum lama dari pemerintah mengatakan jumlah korban jiwa akibat serangan semacam itu mencapai hampir 500 orang, kebanyakan tentara dan polisi.
Pada hari yang sama, satu pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman mati atas 10 anggota Ikhwanul Muslimin dalam pengadilan tanpa kehadiran terdakwa sehubungan dengan dakwaan menghasut kerusuhan dan pembunuhan dalam protes setelah pendepakan presiden Mohamed Moursi pada Juli lalu, demikian laporan stasiun TV resmi.
Sebelumnya, stasiun televisi itu melaporkan pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie termasuk di antara terpidana, tapi berita paling akhir mengkonfirmasi ia tak terdapat di dalam daftar tersebut.
Badie dijatuhi hukuman mati bersama hampir 700 pendukung Ikhwanul Muslimin pada akhir April dalam kasus terpisah dengan dakwaan upaya pembunuhan polisi di Kota Sungai Nil, Minya, Agustus lalu.
Pengadilan itu mendapati semua 10 anggota Ikhwanul Muslimin tersebut, yang tidak menghadiri sidang itu, dinyatakan bersalah menghasut kerusuhan dan menghalangi jalan raya utama di Kairo Utara, dalam protes masyarakat setelah presiden saat itu Moursi didepak dalam satu kudeta militer.
Putusan pengadilan tersebut diserahkan ke Kantor Mufti Agung, otoritas Islam tertinggi di negeri itu, untuk meminta pertimbangannya. Putusan akhir, yang dapat diajukan banding, akan dikeluarkan pada 5 Juli.
Pengadilan yang sama juga menunda vonis bagi sisa 38 terdakwa, termasuk pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohamed Badie --yang juga menghadapi dakwaan yang sama-- sampai proses 5 Juli.
Dua di antara terdakwa dalam pengadilan tersebut adalah Mohamed El-Beltagi --pemimpin senior Ikhwanul Muslimin, tokoh agama Salafi Safwat Hegazi, dan dua mantan menteri kabinet dalam pemerintah Moursi, demikian Xinhua melaporkan.
(C003)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014