Jenewa (ANTARA) - Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan pada Jumat (4/10) bahwa lebih enam persen dari seluruh populasi Gaza telah tewas atau terluka seiring dengan hampir setahun kampanye brutal militer Israel meluluhlantakkan wilayah Palestina tersebut.

"Sudah 12 bulan, dan konflik di Gaza terus berkobar. Lebih dari 6 persen populasi telah tewas atau terluka, sementara setidaknya 10.000 orang masih terjebak di bawah puing-puing," kata Ayadil Saparbekov, kepala tim darurat kesehatan WHO di wilayah pendudukan Palestina, dalam konferensi pers di Jenewa.

Populasi Gaza sebelum perang sekitar 2,3 juta.

Sistem kesehatan di Gaza "telah lumpuh secara signifikan" akibat serangan yang berulang, serta kekurangan pasokan, obat-obatan, bahan bakar, dan tenaga medis, tambah Saparbekov.

Ia juga menyebutkan bahwa telah terjadi setidaknya 516 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Gaza, yang mengakibatkan 765 kematian, sejak 7 Oktober 2023.

Hanya setengah dari rumah sakit di Gaza yang beroperasi sebagian, sementara hanya 43 persen dari pusat kesehatan primer yang berfungsi, katanya.

"Rumah sakit yang masih beroperasi menyediakan kapasitas tempat tidur sekitar 1.500, ditambah lebih dari 650 tempat tidur di 10 rumah sakit lapangan yang beroperasi," ungkapnya, menegaskan bahwa angka ini "jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan."

Merujuk pada data Kementerian Kesehatan Palestina, ia menyebutkan sekitar 1.000 tenaga kesehatan telah tewas, "suatu kehilangan yang tidak tergantikan dan pukulan besar bagi sistem kesehatan."

Saparbekov juga menyatakan bahwa setidaknya 24.090 orang menderita cedera yang mengubah kehidupan, tanpa akses ke rehabilitasi atau perawatan khusus.

Mengenai kesehatan mental, ia mengungkapkan keprihatinan tentang dampak konflik di Gaza, di mana lebih dari 485.000 orang telah didiagnosis menderita gangguan mental bahkan sebelum perang.

"Malnutrisi adalah masalah besar lainnya," tambahnya, mencatat bahwa 20.241 anak telah dirawat karena malnutrisi, termasuk 4.437 anak dengan malnutrisi akut berat, sejak Januari.

Lebih dari 96 persen perempuan dan anak-anak berusia 6-23 bulan tidak memperoleh kecukupan gizi akibat kurangnya keberagaman pola makan, menurut pejabat tersebut.

Terkait evakuasi medis, ia mengatakan dari 15.600 kasus yang diminta, hanya 5.138 (32,9 persen) yang disetujui.

"Kami mendesak agar dibentuk beberapa koridor evakuasi medis untuk memastikan perjalanan pasien yang aman, terorganisir, dan tepat waktu melalui semua jalur yang tersedia," ujarnya, menambahkan bahwa sejak penutupan perbatasan Rafah pada Mei, hanya 219 pasien yang berhasil dievakuasi.

Ia juga menyebutkan komitmen WHO untuk beroperasi di Gaza di tengah "tantangan ekstrem."

Dari 214 misi yang direncanakan sejak Oktober 2023, hanya 44 persen yang dapat difasilitasi.

"Kami telah mengirimkan bahan bakar, obat-obatan, dan pasokan, membantu memulihkan rumah sakit, dan mengerahkan tim medis darurat untuk mendukung sistem kesehatan Gaza," katanya.

"Bersama mitra, kami juga telah memvaksinasi 560.000 anak dalam putaran pertama kampanye polio."

Pada 7 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan terhadap Jalur Gaza setelah serangan lintas perbatasan oleh Hamas yang menewaskan kurang dari 1.200 orang.

Dalam setahun sejak saat itu, pasukan Israel telah menewaskan hampir 41.800 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, serta melukai hampir 97.000 orang lainnya, menurut otoritas kesehatan setempat.

Serangan Israel telah menjadikan hampir seluruh populasi Gaza menjadi pengungsi di tengah blokade berkelanjutan, yang menyebabkan kekurangan parah akan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional terkait tindakan mereka di Gaza.

Sumber: Anadolu
Baca juga: Parlemen Eropa bahas krisis kemanusiaan akibat serangan Israel di Gaza
Baca juga: Pasokan medis minim, rumah sakit Gaza prioritaskan perempuan dan anak
Baca juga: Pasukan Israel sengaja targetkan perempuan dan anak-anak Palestina


Penerjemah: Primayanti
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024