KPK ketika membawa suatu perkara ke pengadilan artinya bukti-bukti yang dipunyai bukan hanya dua alat bukti permulaan yang cukup, tapi bukti-bukti lain yang juga cukup,"Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang Anas Urbaningrum untuk menghormati proses hukum terkait eksepsinya yang menyebut dakwaan KPK hanyalah imajiner.
"KPK ketika membawa suatu perkara ke pengadilan artinya bukti-bukti yang dipunyai bukan hanya dua alat bukti permulaan yang cukup, tapi bukti-bukti lain yang juga cukup," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Jumat.
Johan mengatakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta yang akan memutuskan apakah dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap Anas Urbaningrum imajiner atau tidak.
"Di Pengadilan, terdakwa juga dapat menyampaikan bantahan terhadap sangkaan-sangkaan yang disampaikan KPK. Biar hakim yang memutuskan," kata Johan.
Johan juga membantah pernyataan Anas tentang campur tangan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam penyidikan serta dakwaan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sebelumnya, Anas Urbaningrum menyebut kondisi internal Partai Demokrat dan KPK dalam nota keberatannya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Ada proses yang khas, yang tidak seperti biasanya dan tidak bisa disebut kebetulan semata," kata Anas.
Nota keberatan itu ditulis tangan oleh Anas dalam 30 halaman dan dibacakan dengan berdiri selama sekitar 1 jam di hadapan majelis hakim yang dipimpin Haswandi dan disaksikan sejumlah pendukungnya dari Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).
"Perkenankan saya mengingatkan peristiwa yang menyertai proses hukum saya. Pada 4 Februari 2013, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono mendesak KPK untuk segera mengambil langkah yang kongklusif dan tuntas terhadap masalah hukum terkait dengan saya," ungkap Anas.
Menurut Anas, pernyataan itu disampaikan dengan dilengkapi kalimat "Kalau memang dinyatakan salah, kita terima memang salah. Kalau tidak salah, kita ingin tahu kalau itu tak salah". Apalagi pernyataan itu muncul setelah rilis survei "khusus" yang mendesaknya untuk mundur sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. (*)
Pewarta: Imam Santoso
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014