Indonesia dapat lebih proaktif dalam memimpin kerja sama regional di bidang keamanan, memastikan bahwa stabilitas di ASEAN tetap terjaga
Jakarta (ANTARA) - Pada usia 79 tahun, Tentara Nasional Indonesia (TNI) berdiri tegak di persimpangan sejarahnya yang panjang. Suara derap sepatu pasukan, raungan pesawat tempur, hingga geliat kapal perang di lautan luas menjadi simbol bahwa TNI tak hanya menengok ke masa lalu, tetapi juga melangkah mantap menuju masa depan.
Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang tidak lama lagi dilantik menjadi Presiden Ke-8 RI, visi besar pertahanan Indonesia semakin nyata terbentang.
Di tengah derasnya angin perubahan global, TNI menghadapi tantangan yang lebih kompleks dari sebelumnya. Bukan hanya ancaman fisik seperti agresi militer, melainkan juga ancaman nonkonvensional: perang siber, terorisme global, dan perubahan geopolitik yang cepat.
Prabowo, yang sejak awal dikenal sebagai tokoh yang memiliki perhatian mendalam terhadap pertahanan negara, paham benar bahwa untuk menjawab tantangan ini, TNI tidak bisa stagnan. Ia harus bergerak, bertransformasi, dan mengembangkan diri.
Visi besar Prabowo adalah memperkuat TNI sebagai garda terdepan pertahanan Indonesia. Namun, ia tahu bahwa kekuatan tidak bisa dibangun hanya dari keberanian dan tekad saja. Salah satu komitmennya yang paling berani adalah meningkatkan anggaran pertahanan hingga menembus batas psikologis 1 persen dari PDB, sebuah angka yang menandakan betapa pentingnya sektor ini dalam strategi besar nasional.
Anggaran dan ketangguhan militer
Anggaran pertahanan selalu menjadi cerminan sejauh mana sebuah negara memandang ancaman dan prioritas keamanannya. Indonesia, selama bertahun-tahun, dikenal--bila menggunakan persentase dari PDB--memiliki anggaran militer yang lebih kecil dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura, Thailand, bahkan Timor Leste. Meskipun dengan sumber daya manusia yang besar, TNI kerap kali berada di bawah bayang-bayang keterbatasan anggaran.
Prabowo memahami bahwa untuk membuat TNI tangguh, modern, dan responsif terhadap berbagai ancaman, perlu ada perubahan besar dalam pola pendanaan. Meningkatkan anggaran pertahanan hingga melampaui 1 persen dari PDB bukanlah hal yang mudah. Ini adalah lonjakan besar yang memerlukan perencanaan matang.
Namun, di balik angka itu, tersembunyi visi lebih dalam, bahwa pertahanan bukan hanya soal menjaga perbatasan, tetapi juga menjaga eksistensi bangsa di tengah dunia yang tak pasti.
Akan tetapi, dengan anggaran besar datang pula tanggung jawab besar. Indonesia memiliki sejarah panjang tentang inefisiensi dan korupsi dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista). Janji Prabowo untuk memodernisasi TNI melalui peningkatan anggaran ini harus disertai dengan sistem pengawasan yang ketat. Setiap rupiah yang diinvestasikan dalam kekuatan militer harus dikelola dengan transparan dan akuntabel, memastikan bahwa alutsista yang dibeli benar-benar sesuai kebutuhan, bukan semata-mata karena desakan politik atau bisnis.
Kekuatan maritim
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ribuan pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Akan tetapi, kekuatan maritim kita selama ini sering kali dipandang lemah. Di Laut Natuna Utara, misalnya, klaim tumpang tindih dengan negara lain menjadi ancaman serius bagi kedaulatan Indonesia.
Di sinilah peran Prabowo menjadi penting, mengingat ia sering menekankan pentingnya kekuatan maritim yang kuat untuk menjaga kedaulatan negara. Visi pertahanan dia tidak hanya berhenti pada peningkatan anggaran, tetapi juga mendorong modernisasi alutsista yang lebih komprehensif. Modernisasi ini meliputi pembaruan kapal perang, pesawat tempur, serta sistem pertahanan udara yang lebih canggih.
Namun, modernisasi alutsista saja tidak cukup. Seiring berkembangnya teknologi, ancaman terhadap Indonesia juga makin canggih, dari serangan siber hingga kejahatan lintas negara.
Di era digital ini, pertahanan siber menjadi salah satu prioritas utama. Di bawah komando Prabowo, TNI akan memperkuat sektor ini, menyadari bahwa serangan siber bisa melumpuhkan negara tanpa perlu gelar pasukan besar-besaran di lapangan. Investasi pada teknologi pertahanan dan sumber daya manusia yang ahli di bidang ini menjadi kunci untuk memastikan Indonesia siap menghadapi tantangan modern.
Baca juga: Analis LAB 45 yakin modernisasi TNI terwujud pada pemerintahan Prabowo
Diplomasi militer
Prabowo bukan hanya melihat pertahanan dalam konteks domestik, melainkan juga dalam kerangka kawasan dan internasional.
Diplomasi militer menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga stabilitas kawasan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, terutama di wilayah Indo-Pasifik. Rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok makin terasa di kawasan ini, dan Indonesia, sebagai negara kunci di ASEAN, harus memainkan peran strategis.
Selama beberapa tahun terakhir, TNI telah terlibat dalam berbagai latihan gabungan dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, bahkan Tiongkok. Kerja sama semacam ini bukan hanya soal latihan teknis, melainkan juga memperkuat posisi diplomatik Indonesia di mata dunia.
Di era Prabowo, diplomasi militer diharapkan bisa lebih berperan, tidak hanya dalam meningkatkan kapasitas tempur, tetapi juga menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan. Diplomasi ini juga mencakup penguatan kerja sama dalam menghadapi ancaman non-tradisional. Terorisme lintas batas, perdagangan narkoba, hingga kejahatan siber adalah masalah yang membutuhkan pendekatan kolektif. Dengan peningkatan anggaran dan modernisasi yang dilakukan, Indonesia dapat lebih proaktif dalam memimpin kerja sama regional di bidang keamanan, memastikan bahwa stabilitas di ASEAN tetap terjaga.
Baca juga: Membumikan visi pertahanan Asta Cita dalam kerangka strategis TNI
Namun, di balik visi besar ini, tersimpan tantangan yang tidak kalah besar. Modernisasi militer, peningkatan anggaran, dan penguatan diplomasi militer hanya akan berhasil jika ada sinergi antara Pemerintah, militer, dan masyarakat.
Tanpa dukungan publik yang kuat, langkah-langkah yang diambil bisa menjadi sekadar formalitas. Oleh karena itu, transparansi dalam penggunaan anggaran, keterlibatan publik dalam mendukung program pertahanan, serta komitmen untuk memberantas korupsi di sektor militer harus menjadi prioritas utama.
TNI, di usianya yang ke-79, bukan lagi sekadar penjaga kedaulatan teritorial. Di bawah visi Prabowo, TNI juga harus siap menghadapi ancaman global yang lebih kompleks. Dunia semakin berubah, dan Indonesia harus berubah bersamanya.
Namun, seperti pepatah Jawa yang mengatakan, "Sak dermo ngundhuh wohing pakarti", kita akan memetik buah dari apa yang kita tanam. Di era baru ini, Prabowo dan TNI tengah menanam benih transformasi, dengan harapan bahwa di masa depan, Indonesia akan menjadi negara yang kuat, berdaulat, dan mampu menghadapi segala tantangan.
*) Khairul Fahmi adalah pemerhati militer, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024