Permulaan surat dakwaan diantarkan dengan kalimat imajiner saya tahu kalimat tersebut dari saksi, tapi imajiner kalau tidak disebut fitnah semata,"

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memaparkan sejumlah alasannya mengapa ia menilai surat dakwaan terhadap dirinya hanyalah imajiner.

"Permulaan surat dakwaan diantarkan dengan kalimat imajiner saya tahu kalimat tersebut dari saksi, tapi imajiner kalau tidak disebut fitnah semata," kata Anas saat membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat

Nota keberatan itu ditulis tangan oleh Anas dalam 30 halaman dan dibacakan dengan berdiri selama sekitar 1 jam di hadapan majelis hakim yang dipimpin Haswandi dan disaksikan sejumlah pendukungnya dari Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).

"Kalimat pada sekitar 2005 terdakwa mundur dari anggota KPU dan selanjutnya berkeinginan untuk menjadi pemimpin nasional yaitu sebagai presiden RI sehingga memerlukan kendaraan politik dan biaya yang sangat besar dan untuk menghimpun dana guna menyiapkan logistik terdakwa dan M Nazaruddin bergabung dalam Anugerah Grup jelas tidak benar," tambah Anas.

Menurut Anas, yang benar adalah ia menjadi komisaris PT Panahatan sebelum mundur pada 2009.

"Saya tidak pernah mendapat laporan tentang PT Panahan dan mendapat manfaat apapun, termasuk saya disebut membuat kantong-kantong dana yang bersumber dari proyek pemerintah. Hal tersebut tidak berbasiskan data yang benar," ungkap Anas.

Anas juga membantah bahwa ia menerima 7-22 persen sebagai "fee" yang disimpan di brangkas Permai Grup.

"Mengaitkan saya dengan Permai Grup dan brankas adalah spekulasi yang jauh dari kenyataan. Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak pernah berkoordinasi dengan M Nazaruddin dengan mengenai proyek," tambah Anas.

Ia pun membantah memerintahkan anggota Komisi II dari fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono untuk mengurus sertifikat tanah Hambalang ke Badan Pertanahan Nasional dan tidak pernah meminta Nazaruddin untuk mundur dari proyek proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

"Hal itu fiktif belaka kalau saya disebut meminta Nazar mundur dari Hambalang. Saya tidak pernah minta siapa pun untuk maju atau mundur karena itu tidak menjadi pekerjaan dan perhatian saya," ungkap Anas.

Anas kembali membantah menerima uang Rp2,01 miliar dari PT Adhi Karya untuk membantu pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat yang diserahkan mantan direktur operasi I PT Adhi Karya Teuku Bagus Bokhamad Noor melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol dan Ketut Darmawan atas permintaan Muchayat.

"Saya tidak pernah terima uang dari PT Adhi Karya, tidak pernah minta uang dari Adhi Karya, tidak pernah minta atau menerima uang dari PT Adhi Karya dalam rangka pencalonan ketua umum atau kepentingan lain, Kalau benar ada seseorang yang meminta, menjadi aneh kalau hal itu dikaitkan dengan saya, apalagi jika hal itu tidak benar. Jelas saya tidak dalam posisi untuk meminta atau menyuruh Muchayat dari pihak manapun juga termasuk PT Adhi Karya," ungkap Anas.

Dalam perkara ini, Anas diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.(*)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014