Jakarta (ANTARA) - Founder dan Group CEO PT Indonesia Digital Identity (VIDA) Niki Luhur menyoroti pentingnya autentikasi dan akurasi identifikasi individu untuk mencegah dampak negatif dari transformasi teknologi, seperti deepfakes yang menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

“Autentikasi yang kuat dan akurasi identifikasi individu sangat penting untuk memerangi penipuan digital seperti deepfakes,” ujar Niki Luhur dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Seiring dengan pesatnya transformasi digital dan penggunaan internet di Indonesia, baik perusahaan, lembaga, maupun individu harus terus waspada terhadap peluang sekaligus risiko yang dapat muncul.

Baca juga: Semakin sulit dideteksi, ini saran pakar hadapi serangan siber

Ia mengatakan bahwa pihaknya selaku Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika berkomitmen untuk melindungi para pelaku bisnis dan konsumen dari ancaman yang berkembang, serta memastikan keamanan dan integritas ekosistem digital yang tengah berkembang di Indonesia.

Untuk menjawab tantangan tersebut, perseroan pun meluncurkan VIDA Identity Stack sebagai rangkaian solusi yang dirancang untuk mencegah penipuan digital dan meningkatkan keamanan di seluruh ekosistem digital.

“Teknologi VIDA adalah fondasi penting bagi ekonomi industri digital yang tepercaya mengubah ancaman digital menjadi peluang yang aman, serta melindungi bisnis dan pelanggan mereka,” kata Niki.

Menurut data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia menghadapi 279,84 juta serangan siber pada 2023.

Pakar keamanan siber asal Finlandia Mikko Hyppönen mengatakan bahwa kini serangan siber kini tidak lagi dilakukan oleh individu, melainkan oleh kelompok-kelompok kriminal yang sangat terorganisasi.

Baca juga: Serangan siber ganggu jaringan Wi-Fi di stasiun kereta utama Inggris

Ia menuturkan bahwa kelompok-kelompok tersebut memanfaatkan teknologi terbaru, menyesuaikan serangan, dan membentuk kemitraan strategis untuk memaksimalkan keuntungan material, sehingga kejahatan siber saat ini berkembang selayaknya sebuah model bisnis.

“Jika organisasi kriminal ini adalah perusahaan yang sah, mereka akan dianggap sebagai unicorn karena pendapatan, profitabilitas, dan pertumbuhannya yang sangat signifikan. Situasi ini menekankan betapa besar masalah kejahatan siber saat ini,” ujarnya.

Selebriti dan presenter Melaney Ricardo merupakan salah satu korban dari teknologi deepfake yang disalahgunakan untuk mempromosikan suatu produk kesehatan yang sama sekali tidak terikat kerja sama dengannya.

Ia mengatakan bahwa penipu tersebut menggunakan kecanggihan AI untuk meniru suara dan gambar dirinya yang diambil dari salah satu situs berbagi video, seolah-olah ia mendukung produk penurun berat badan yang dijual.

“Bahkan keluarga saya, yang dekat dan kenal baik dengan saya, sempat menghubungi saya dan bertanya apakah produk tersebut benar-benar efektif. Ini menunjukkan betapa meyakinkannya endorsement tersebut sehingga keluarga saya sendiri tidak bisa mengenali bahwa itu sebenarnya adalah video rekayasa dari hasil AI,” imbuhnya.

Baca juga: Wamenkominfo ingatkan pentingnya pengamanan arsip dari serangan siber

Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024