Teknologi nuklir untuk mendeteksi pemalsuan pangan merupakan metode analisis yang memanfaatkan radiasi dan isotop
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi BRIN Henni Widyastuti mengatakan teknologi nuklir menawarkan tingkat akurasi dan ketepatan yang tinggi untuk mendeteksi pemalsuan pangan (food fraud) sebab teknologi ini mampu menangkap perbedaan yang kecil di dalam komposisi kimia.

Ia mengingatkan pemalsuan pangan yang terjadi semakin canggih dan kompleks sehingga teknik-teknik tradisional yang mengandalkan indera manusia sudah tidak kompatibel lagi untuk digunakan, sehingga dibutuhkan teknologi yang mampu menganalisis kimia dasar untuk mengetahui tingkat keautentikan pangan.

“Kadang untuk memperoleh akurasi yang tinggi dalam deteksi, kita bisa menggunakan dua atau lebih metode yang digabungkan satu sama lain agar hasilnya lebih baik. Beberapa jenis pemalsuan sangat sulit dideteksi karena kompleksitas faktor lingkungan atau jenis campuran yang mendekati bahan asli,” kata Henni dalam webinar di Jakarta, Jumat.

Lebih lanjut, Henni menjelaskan teknologi nuklir untuk mendeteksi pemalsuan pangan merupakan metode analisis yang memanfaatkan radiasi dan isotop dalam mengidentifikasi keaslian, asal-usul geografis, dan komposisi kimia pangan secara akurat tanpa merusak sampel. Teknik-teknik ini mencakup pengujian isotop dan elemen pada pangan.

Baca juga: Peneliti BRIN ungkap pemanfaatan nuklir mampu tingkatkan mutu pangan

Secara sederhana, pertama-tama, bahan pangan melewati uji analisis profil mineral dan analisis profil isotop. Selanjutnya, data yang didapatkan diolah menggunakan statistik atau kecerdasan buatan untuk memperoleh pola-pola tertentu dari profil mineral dan profil isotop yang disebut sebagai sidik jari isotop dan elemen pada produk.

Setiap material organik yang ada di alam pada dasarnya terkait dengan empat siklus, yaitu siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus hidrogen.

Setiap siklus ini memiliki peranan penting dalam metabolisme tanaman, hewan, ataupun ekosistem perairan, yang membentuk rasio alami isotop dan mineral yang unik pada organisme. Rasio ini berfungsi seperti sidik jari yang ada pada manusia.

Dalam analisis profil isotop, jelas Henni, digunakan isotop stabil yang memang sudah ada di alam sebagai penjejak dari suatu bahan pangan yang ingin ditelusuri asal-usulnya.

Umumnya isotop-isotop yang digunakan itu adalah isotop elemen ringan meskipun dalam beberapa kasus juga digunakan isotop-isotop elemen berat seperti strontium dan lain-lain.

“Produk-produk hewan juga bisa terdeteksi isotop (selain tanaman). Kalau di ekosistem perairan, biasanya isotop digunakan untuk mengautentikasi produk-produk seperti ikan, udang, dan jenis-jenis mussel seperti oyster, dan lain-lain,” kata dia.

Baca juga: BRIN kembangkan teknologi nuklir untuk mempermudah riset cagar budaya

Ia menjelaskan isotop stabil yang terkandung di dalam pangan memang memiliki kecenderungan untuk berubah bergantung kondisi lingkungan. Meski begitu, perubahan tersebut terjadi dalam rentang waktu yang lama hingga beberapa tahun.

“Jadi dia (teknologi nuklir yang menggunakan isotop stabil) relatif lebih stabil terhadap perubahan yang terjadi dalam waktu singkat. Ini yang menyebabkan keakurasiannya itu tinggi dibandingkan teknologi yang lain,” ujar Henni.

Pengujian keaslian bahan atau produk pangan dengan menggunakan teknologi nuklir ini juga dipastikan aman, sebab hanya sedikit spesimen yang diambil dari sampel pangan. Proses pengujian keaslian pangan juga tidak memakan waktu yang lama.

Namun, menurut Henni, terdapat kelemahan dari teknologi nuklir ini mengingat instrumen atau alatnya yang berukuran besar dan tidak mudah untuk dipindah-pindahkan sehingga hanya tersedia di laboratorium. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengembangan teknologi pelengkap yang lebih portable sehingga lebih mudah dibawa ke manapun.

Henni mengatakan penggunaan teknologi nuklir ini juga dapat mendukung penegakan klaim protected designation of origin (PDO) atau indikasi geografis (IG).

PDO atau IG merupakan sistem sertifikasi yang digunakan untuk melindungi produk-produk pangan yang terkait dengan lokasi geografis tertentu, termasuk metode produksi dan bahan bakunya.

Di Indonesia, PDO atau IG telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. PDO atau IG termasuk kekayaan intelektual yang menjadi salah satu program prioritas nasional sejak tahun 2020 hingga 2024.

“Umumnya, produk pangan yang dilindungi oleh PDO ini merupakan produk-produk yang berkualitas tinggi sehingga rawan terhadap pemalsuan. Jadi teknologi nuklir ini dapat membantu untuk mendukung penegakan klien PDO,” kata Henni.

Baca juga: Indonesia dipercaya IAEA kembangkan teknologi nuklir riset arkeologi
Baca juga: BRIN-IAEA kembangkan teknologi daur ulang limbah plastik dengan nuklir


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024