Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta adanya penataan baru terkait jadwal pemilu tingkat nasional dan daerah kepada Mahkamah Konstitusi melalui pengujian materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada.

“Jadwal penyelenggaraan pemilu adalah salah satu persoalan yang sangat serius dan berdampak kepada turunan lainnya di dimensi-dimensi utama penyelenggaraan pemilu,” ucap kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Jumat.

Pada perkara ini, Perludem mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Perludem meminta kepada MK agar menyatakan sistem pemilu yang konstitusional adalah pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah. Di antara pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tersebut diberi jarak dua tahun.

Pemilu serentak nasional terdiri dari pemilihan presiden, DPR, dan DPD, sementara pemilu serentak daerah terdiri dari pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Menurut Perludem, pemilu serentak lima kotak suara yang dilakukan selama ini telah melemahkan pelembagaan partai politik dan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat di dalam penyelenggaraan pemilu.

Pelaksanaan pemilu presiden, DPR, dan DPD yang berbarengan dengan pemilu DPRD provinsi dan kabupaten/kota dinilai menyebabkan partai politik tidak punya cukup waktu melakukan rekrutmen dan kaderisasi untuk mencalonkan anggota legislatif pada tiga level pemilu sekaligus.

Partai tidak lagi memiliki kesempatan, ruang, dan energi melakukan kaderisasi untuk pencalonan anggota legislatif pada semua level pemilu dalam waktu yang bersamaan. Situasi tersebut membuat praktik rekrutmen politik menjadi sarat transaksional dan tidak demokratis.

Selain itu, Perludem menilai, penyelenggaraan pemilu serentak dengan sistem lima kotak suara satu kali dalam lima tahun membuat partai politik tidak melakukan rekrutmen politik secara berkelanjutan.

“Partai seperti terlena selama waktu lima tahun dan baru sibuk lagi melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik dalam waktu yang sangat sempit, seperti 1 tahun atau 1,5 tahun menjelang pencalonan anggota legislatif,” ucap Fadli.

Di sisi lain, Perludem juga menyoroti banyaknya suara tidak sah dalam pelaksanaan pemilu serentak selama ini. Hal tersebut, salah satunya, disebabkan oleh kebingungan pemilih yang mendapat lima surat suara sekaligus.

“Jika pemilu serentak dibagi dalam dua tahapan yang terdiri dari pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah, hal ini akan memudahkan bagi pemilih dalam memberikan suaranya, sehingga dapat meminimalisir tingginya angka surat suara tidak sah,” kata Perludem.

Sidang perdana Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo. Di akhir persidangan, majelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonannya.

Baca juga: Menko Polhukam: Pemerintah patuhi putusan MK soal Pilkada

Baca juga: KPU soal percepatan jadwal pilkada: Itu domain pembentuk UU

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024