Jakarta (ANTARA) - Saksi kasus dugaan korupsi timah Eko Zuniarto Saputro mengatakan PT Timah Tbk masih mengeluarkan biaya tambahan untuk meleburkan logam timah meski sudah ada kerja sama sewa dengan lima smelter swasta.

Eko, yang merupakan mantan Kepala Unit Pengelola Peleburan Mitra (UPPM) Mitra PT Timah mengungkapkan biaya tambahan dikeluarkan lantaran kadar lebur logam yang dihasilkan kelima smelter swasta dalam kerja sama sewa smelter hanya 98,5 persen, sedangkan standar kadar lebur produk PT Timah sebesar 99,9 persen.

"Jadi, ada tambahan biaya lagi saat di Unit Metalurgi Muntok," ucap Eko dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Ia membeberkan besaran tambahan biaya tersebut bergantung pada tingkat pemurnian, dengan kisaran biaya 200 dolar Amerika Serikat (AS) hingga 300 dolar AS per ton.

Padahal dalam kerja sama sewa smelter, PT Timah telah membayarkan biaya sekitar 4.000 dolar AS per ton, salah satunya untuk biaya peleburan.

Baca juga: Saksi: PT Timah tetap teken kerja sama 5 smelter meski biaya kemahalan

Biaya tersebut, kata dia, biasanya telah menjadi satu kesatuan dengan biaya peleburan dan biaya pemurnian logam timah.

"Kami tidak pernah menghitung biayanya secara terpisah. Hanya saja memang pernah dibuatkan kertas kerja untuk menghitung berapa pemurnian yang ada di Muntok itu dan kisarannya segitu," ungkapnya.

Eko bersaksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. tahun 2015–2022 yang menyeret antara lain tiga petinggi smelter swasta sebagai terdakwa.

Ketiga petinggi smelter swasta dimaksud, yakni Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, serta Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie.

Ketiganya didakwa terlibat dalam kasus korupsi itu sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.

Baca juga: Mantan Dirut PT Timah mengelak saat hakim cecar penyebab tambang liar

Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat pula pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung yang didakwakan perbuatan serupa.

Dengan begitu, perbuatan keempat terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kendati demikian, khusus Tamron, terancam pula pidana dalam Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Tamron melakukan TPPU dari uang korupsi yang diterimanya dalam kasus tersebut sebesar Rp3,66 triliun, antara lain untuk membeli alat berat, obligasi negara, hingga ruko.

Baca juga: Saksi: PT Timah merugi saat perjanjian kerja sama dengan lima smelter
Baca juga: PT RBT untung Rp1,1 triliun dari kerja sama smelter dengan PT Timah

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024