Jakarta, 5/10 (ANTARA) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di Pasar Spot Antar Bank Jakarta, Kamis pagi naik tipis menjadi Rp9.208/9.212 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.215/9.220 per dolar AS atau menguat tujuh poin. "Menguatnya rupiah itu terutama didukung oleh membaiknya yen terhadap dolar AS dan euro, setelah otoritas Bank sentral AS ( The Fed) menyatakan masih khawatir dengan tingkat inflasi AS," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Kamis. Dikatakannya inflasi sektor perumahan merupakan faktor utama yang bisa mendorong inflasi AS kembali menguat. Karena itu, The Fed diperkirakan akan terus mengamati pergerakan sektor perumahan itu, ujarnya. Namun, lanjut Kostaman, kenaikan yen terhadap euro terutama karena aksi lepas mata uang Eropa itu, menjelang bank sentral Eropa akan menaikkan suku bunganya menjadi 3,25 persen dari sebelumnya 3,00 persen. Disamping itu, pelaku global juga masih memfokuskan perhatian terhadap program nuklir Korea Utara yang akan memulai uji coba, katanya. Rupiah, menurut dia, mendapat sentimen positip yang cukup baik, karena sebelumnya diperkirakan akan kembali melemah, namun dengan membaiknya pasar saham regional mendorong mata uang lokal itu menguat. Pasar regional yang menguat memicu indeks Nikkei, Jepang naik sebesar 1,63 persen, dan S*P/ASX 200, Australia sbesar 0,93 persen, sedangkan Indeks Kospi tutup menyambut hari libur nasional, katanya. Kostaman Thayib mengatakan pergerakan rupiah sebenarnya masih stabil dalam kisaran antara Rp9.200 sampai Rp9.250 per dolar AS yang sesuai dengan keinginan eksportir. "Kami memperkirakan rupiah akan kembali menguat pada penutupan sesi sore, karena faktor positip dari eksternal diperkirakan akan semakin besar," katanya. Dia mengatakan, aktifitas perdagangan di pasar domestik kurang bergairah, karena sebagian besar pelaku masih belum turun ke pasar, mereka menunggu perkembangan lebih lanjut dari program nuklir Korea Utara itu. Apabila program uji coba jadi dilaksanakan, apakah akan menimbulkan protes keras dan memanasnya kawasan Asia itu yang akan mempengaruhi pergerakan mata uang utama negara-negara Asia, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006