Kami akan melanjutkan perang kami terhadap Al Qaida, khususnya di kawasan tempat militan itu melarikan diri."
Sanaa (ANTARA News) - Pasukan Yaman membunuh 500 terduga militan Al Qaida dalam ofensif besar-besaran terhadap markas mereka di wilayah selatan yang dimulai pada 29 April, kata juru bicara militer, Kamis.
Empat-puluh prajurit juga tewas dan 100 lain cedera dalam operasi itu, yang dilakukan di provinsi-provinsi Shabwa dan Abyan, dan 39 militan ditangkap, kata Kolonel Saeed al-Fakeih kepada wartawan, lapor AFP.
"Kami akan melanjutkan perang kami terhadap Al Qaida, khususnya di kawasan tempat militan itu melarikan diri," katanya.
Militer meluncurkan ofensif terhadap Al Qaida di Shabwa dan wilayah berdekatan Abyan dalam upaya mengusir pasukan mereka dari kota-kota dan pedesaan kecil yang lolos dari operasi sebelumnya pada 2012.
Pasukan pemerintah dan milisi sekutunya telah memasuki sejumlah kota, namun para analis mengatakan bahwa gerak maju mereka itu mungkin karena hasil dari taktik mundur militan dalam koordinasi dengan suku-suku setempat.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014