Merupakan risiko Pertamina sepenuhnya, bukan lagi tanggungjawab CPI atau SKK Migas.
Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatera Bagian Utara, Bahari Abbas, menyatakan kasus penyelundupan minyak mentah dan BBM yang berasal dari Provinsi Riau di perairan Karimun bukan merupakan tanggung jawab pihak pengawas kegiatan hulu minyak dan gas lagi, melainkan kepada PT Pertamina selaku pembeli.
"Merupakan risiko Pertamina sepenuhnya, bukan lagi tanggungjawab CPI atau SKK Migas," kata Bahari Abbas, di Pekanbaru, Kamis.
Bahari membenarkan bahwa asal minyak yang dipersoalkan dalam penjualan ilegal di Selat Malaka pada 3 Juni dari kapal tanker PT Pertamina, berasal dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang dimuat di terminal Dumai, Riau, sehari sebelumnya. Namun, ia menyatakan atas tindakan dugaan kejahatan tersebut, baik pihak kontraktor CPI dan SKK Migas tidak ada sangkut pautnya.
Sebelumnya, Bea Cukai Tanjung Balai Karimun bersama pihak Kepolisian dan Satgas BBM menggagalkan penyelundupan minyak mentah dan BBM dari MT. Jelita Bangsa berbendera Indonesia, di perairan Karimun, Kepulauan Riau pada 3 Juni. Kapal itu memuat minyak mentah dengan sedikitnya 59.888 metrik ton.
Dalam manifes pelayaran tertulis bahwa minyak mentah dari Chevron dalam kapal yang disewa Pertamina itu sejatinya akan dikirim untuk Pertamina Balongan, namun MT Jelita di perjalanan dibelokkan ke perairan Malaysia untuk diselundupkan. Dalam perjalanan itu telah terjadi transer secara "ship to ship" dari MT Jelita Bangsa ke MT Ocean Maju dengan jumlah kurang lebih 1.000 ton minyak.
Bahari menjelaskan, berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, terdapat dua sektor atau kegiatan yaitu Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir, dimana Kegiatan Usaha Hulu bertumpu pada Kegiatan Eksplorasi dqn Eksploitasi, menghasilkan minyak dan gas mentah. Kegiatan usaha hilir melakukan penyediaan BBM dan penyaluran migas kepada konsumen yang siap pakai.
Dalam Perpres No. 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengolahan Kegiatan Usaha Hulu Migas dimana SKK Migas sebagai Penyelenggara Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Dalam pasal 6 UU No. 22 Tahun 2001 dijelaskan, lanjutnya, bahwa minyak dan gas bumi merupakan milik negara sampai titik serah.
"Jadi Kegiatan Usaha Hulu kewenangannya hanya pada titik serah seperti Terminal Dumai, setelah dikapalkan atau melewati titik serah tersebut, maka sudah menjadi milik dan tanggung jawab atau kewenangan pihak pembeli," kata Bahari.
(F012)
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014