Damaskus (ANTARA News) - Hasil pemilihan presiden Suriah mengundang pengutukan bukan ucapan selamat dari oposisi negeri itu dan pendukung Barat mereka, yang menolak hasil pemilihan umum di negara Arab tersebut sebagai "memalukan".
Presiden Petahana Suriah Bashar al-Assad telah meraih masa jabatan tujuh-tahun ketiga dengan mengantongi 88.7 pesen suara dalam pemilihan presiden pada Selasa (3/6), demikian pengumuman parlemen pada Rabu.
Calon lain --mantan menteri Hassan An-Nouri dan anggota parlemen Maher Hajjar-- masing-masing meraih 4,3 persen suara dan 3,2 persen.
Dalam pemilihan presiden banyak-calon pertama dalam sejarah modern Suriah yang dilakukan di tengah konflik dan krisis politik tiga-tahun. Oleh karena itu, keamanan dan kestabilan telah menjadi pertimbangan utama banyak pemberi suara dalam menentukan seorang pemimpin.
Pemungutan suara dimulai pada pukul 07.00 waktu setempat (11.00 WIB) dan dijadwalkan ditutup dalam waktu 12 jam. Tapi Komite Kehakiman Tertinggi, yang bertugas mengawasi proses pemungutan suara, memperpanjang waktu selama lima jam sampai tengah malam, dengan alasan "sangat banyak" orang yang datang. Mahkamah Konstitusi Tertinggi menyatakan 73,42 persen pemilih memberi suara mereka.
Dengan alasan rakyat Suriah memberi suara "karena takut", satu kelompok petempur oposisi mencela pemilihan presiden tersebut sebagai "pemilihan umum berdarah" tanpa keabsahan.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyebut hasil itu "tak berarti", Xinhua melaporkan. Ia mengatakan, "Apa yang disebut pemilihan umum bukan lah pemilihan umum tapi cuma nol besar."
Uni Eropa juga mengatakan di dalam satu pernyataan pemilihan umum tersebut "tidak sah dan merusak upaya politik guna menemukan penyelesaian bagi konflik mengerikan ini", yang telah membuat 6,5 juta orang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka, demikian statistik paling akhir PBB.
Selain itu, 241.000 orang masih menghadapi pengepungan, dan sedikitnya 2,5 juta orang di Kota Aleppo secara sengaja tak diberi air selama lebih dari satu pekan pada Mei, ketika kelompok oposisi bersenjata menutup stasiun pompa air utama di kota itu.
Pada Selasa (3/6), warga Suriah di Ibu Kota negeri tersebut, Damaskus, berusaha menghindari resiko dihantam bom mortir dengan memilih menyelenggarakan pawai dengan menggunakan mobil melewati jalan pusat kota. Mereka meneriakkan dukungan buat Bashar.
Mereka mengendarai mobil yang dihiasi, membunyikan klakson dan bergelantungan di luar jendela untuk mengibarkan bendera Suriah serta poster Bashar.
Pawai semacam itu telah menjadi gaya di ibu kota Suriah, tempat warga telah makin frustrasi dengan pemboman mortir yang terus terjadi oleh gerilyawan, yang melancarkan serangan mereka dari pinggiran Damaskus.
Pada Selasa, gerilyawan menembakkan puluhan bom mortir ke beberapa bagian ibu kota Suriah tersebut, tapi sejauh ini tak merenggut korban jiwa, demikian Xinhua melaporkan.
(C003)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014