Jakarta (ANTARA) - Profesor Astrofisika dan Kosmologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Dr. Premana Wardayanti Premadi mengatakan, gelombang gravitasi yang berhasil dideteksi telah memberikan pengetahuan baru dan membuka ruang penelitian selanjutnya di dalam astrofisika.

“Ini luar biasa menurut saya. Sesuatu yang tentu di luar kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Buat apa, sih, kita tahu, mungkin tidak untuk kemudahan hidup kita sehari-hari (secara praktis) tapi ini bagian dari pengetahuan. Banyak dari pengetahuan memang tidak menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk sehari-hari, tapi dia memperkaya cara berpikir kita,” kata Premana dalam webinar di Jakarta, Kamis.

Pada 2015, para ilmuwan berhasil mendeteksi gelombang gravitasi untuk pertama kalinya yang berasal dari benturan dua lubang hitam (black hole) yang kemudian bergabung menjadi satu. Peristiwa gelombang gravitasi yang terdeteksi melalui detektor Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO) ini diberi nama GW150914.

Premana menjelaskan, gelombang gravitasi sangat sulit untuk diamati dan dideteksi, sebab sinyal yang dihasilkan gelombang itu sangat lemah. Dibutuhkan teknologi yang sangat canggih dan peka terhadap gangguan-gangguan dari luar angkasa. Pengadaan teknologi ini juga sangat mahal.

Tak hanya itu, ilmuwan juga perlu menyiapkan strategi pengamatan yang betul-betul cermat. Ketika LIGO menangkap gelombang gravitasi, fenomena itu harus dianalisis dengan cermat terlebih dahulu selama beberapa waktu sebelum diumumkan ke publik untuk mengonfirmasi kebenarannya.

“Ini tidak seperti mau mengamati bintang dengan menggunakan teleskop dan segala sesuatunya sudah disiapkan. Ini seperti pasang antena terbuka saja karena mau ada bintang meledak kapan, kita tidak tahu. Ada dua bintang mau merge kapan, kita tidak tahu. Jadi kita seperti ‘buka pintu’ saja, siapa yang mau bertamu, ya, kita sediakan,” kata Premana.

Dengan gelombang gravitasi yang berhasil dideteksi dari bumi, maka ilmuwan bisa menghitung massa kedua lubang hitam yang bertubrukan tersebut. Selain itu, ilmuwan juga bisa mengetahui besaran energi yang dikeluarkan serta letak atau lokasi kedua lubang hitam yang bertabrakan. Penggunaan detektor-detektor lain yang saling bekerja sama juga diperlukan sehingga bisa menghasilkan data jarak yang terdeteksi tersebut lebih akurat.

“Jarak ini untuk astronomi adalah perkara yang pelik sekali. Jadi, kalau kita punya strategi yang baru yang bisa ditawarkan oleh gelombang gravitasi untuk bisa mengestimasi dan mengira-ngira jarak, kita bisa membantu juga sektor elektromagnetiknya,” kata Premana.

Dia mengatakan, gelombang gravitasi yang berhasil dideteksi juga mengukuhkan teori Albert Einstein yakni teori relativitas umum yang menyambungkan antara geometri dan fisika gravitasi. Dalam teori Einstein, gravitasi muncul sebagai kelengkungan ruang-waktu.

Premana menjelaskan, waktu yang dibutuhkan untuk membuktikan teori Einstein itu memang panjang hingga puluhan tahun dan dilakukan melalui pengamatan setahap demi setahap.

Lebih dari 100 tahun setelah teori itu dicetuskan, Einstein memang tidak menikmati bukti-bukti cemerlang atas teorinya. Namun, pembuktian teori tersebut telah memberanikan ilmuwan untuk maju pada penelitian tahap berikutnya mengenai alam semesta.

Menurut Premana, pendeteksian gelombang gravitasi tak hanya membuktikan kebenaran teori Einstein. Lebih dari itu, pendeteksian ini membuat manusia di bumi memiliki “kurir” informasi baru tentang alam semesta.

“Menurut saya, ini ‘rezeki besar’ di dalam pengetahuan bagaimana satu informasi itu bisa muncul dari teori yang terus-menerus diuji coba sampai pada akhirnya, ya, betul kita memang bisa mengakui teori ini benar. Berikutnya adalah memeriksa konsekuensi yang lain, dan setelah itu memanfaatkannya,” kata Premana.

Baca juga: Teleskop FAST temukan bukti penting gelombang gravitasi nanohertz
Baca juga: Temukan gelombang gravitasi, ahli astrofisika menangkan Nobel


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024