Denpasar (ANTARA) - Sejak awal perkembangan revolusi industri, teknologi telah mendorong perubahan sosial dan ekonomi yang signifikan. Kemajuan teknologi memberikan akses yang lebih cepat dan efisien terhadap informasi, menciptakan cara baru dalam berkomunikasi, bekerja, serta belajar.

Kini, perangkat seperti ponsel pintar, komputer, dan internet menjadi kebutuhan primer bagi banyak orang. Teknologi bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan telah menjadi bagian dari identitas masyarakat modern.

Dalam hal ini, teknologi memungkinkan manusia untuk menyelesaikan berbagai tugas dengan lebih mudah dan produktif. Melalui teknologi, manusia dapat menciptakan solusi yang mengoptimalkan berbagai aspek kehidupan, termasuk di antaranya di bidang pendidikan.

Di berbagai belahan dunia, banyak negara yang mulai mengadopsi kebijakan berbasis teknologi untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan. Di Indonesia sendiri, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan berbagai program yang mendorong penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar.

Penerapan teknologi dalam pendidikan bukan hanya sebatas penggunaan alat bantu digital, melainkan mencakup pendekatan holistik terhadap bagaimana siswa belajar.

Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara pernah mengatakan dalam mendidik seseorang, seorang guru harus menjadi layaknya seorang petani yang ingin menumbuhkan tanaman tertentu.

Misalnya, jika seorang petani ingin menumbuhkan tanaman padi, maka seorang petani harus memastikan bahwa padi tersebut dirawat dengan metodologi pertanian padi yang sesuai, bukan tanaman lain seperti jagung, mangga, atau kopi. Sebaliknya, jika seorang petani ingin menumbuhkan jagung, maka tanaman jagung itu pula yang harus dirawat dengan metodologi pertanian jagung, dan bukan metodologi yang lain.

Konsep itulah yang dicoba untuk diejawantahkan oleh Kemendikbudristek dalam transformasi digital pendidikan Indonesia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menekankan transformasi digital pendidikan Indonesia dilakukan dengan berdasarkan pola pendekatan kebijakan yang berpusat pada pengguna (user-centered design).

Saat ini, pendekatan tersebut dinilai jauh lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan pengambilan kebijakan di tingkat teratas, untuk kemudian disampaikan ke bawah/masyarakat (top-down).

Sebagaimana sebuah produk teknologi, Nadiem juga menekankan produk kebijakan pendidikan harus mengedepankan pendekatan user-centered. Sebab, jika suatu produk/kebijakan tidak dapat menyelesaikan masalah, maka tidak ada lagi yang memercayai dan menggunakan kebijakan tersebut, kecuali dengan memaksakan penggunaannya.

Di samping itu, pendekatan user-centered juga dinilai memberikan manfaat lebih banyak, karena para pengguna yang aktif dalam menggunakan produk kebijakan pendidikan tersebut, juga bisa turut memberikan masukan yang berguna dalam memperbaiki suatu formulasi kebijakan.

Oleh karena itu, berbagai masukan tersebut menjadi proses iteratif, yang bisa membantu dalam mengubah, menyesuaikan, dan menyunting kebijakan tersebut seperti halnya sebuah produk aplikasi atau teknologi.

 

Bukti nyata

Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia di bidang ekosistem pendidikan, dengan 60 juta siswa dan lebih dari empat juta pendidik di lebih dari 400 ribu sekolah. Di tingkat pendidikan tinggi, negara ini memiliki sebanyak 4.356 universitas, lebih dari 32 ribu program studi, lebih dari 9,8 juta mahasiswa, juga 338 ribu dosen, ribuan di antaranya dengan jabatan akademik profesor dan lektor.

Untuk memastikan pendidikan berjalan secara adil dan merata di negara dengan lebih dari 17.000 pulau ini, Kemendikbudristek memiliki berbagai upaya transformasi digital di bidang pendidikan.

Salah satunya melalui platform Merdeka Mengajar, di mana pendekatan penguatan terhadap kapasitas guru dilakukan dalam program ini. Investasi terhadap guru menjadi penting, sebab guru merupakan fondasi terpenting dalam membentuk sumber daya manusia yang tangguh.

Dahulu, pelatihan guru harus melalui antrean yang panjang, tetapi sekarang melalui platform ini, aksesibilitas bukan lagi isu utama, sebab platform tersebut didesain untuk ramah diakses dengan perangkat telepon pintar. Sehingga, para guru bisa mengakses berbagai pelatihan dan materi kapan saja, juga berkomunikasi dan berbagi pengalaman dengan sesama guru tanpa hambatan waktu dan jarak. Hal tersebut turut meningkatkan peningkatan partisipasi pelatihan guru sebesar 7 kali dibandingkan 2019.

Di samping itu, Kemendikbudristek juga berinvestasi dalam platform Rapor Pendidikan, yang didesain sebagai alat pengembangan data yang digunakan untuk pengambilan kebijakan, sehingga relevan bagi kepala sekolah atau pemerintah daerah untuk menentukan langkah intervensi yang tepat.

Platform tersebut memaparkan data dalam bentuk statistik dan grafik, di mana sekarang setiap sekolah diberikan klasifikasi tertentu (rendah, baik, atau sedang), lengkap dengan rekomendasi tindakan yang harus diambil, baik oleh satuan pendidikan di sekolah maupun oleh pemerintah daerah.

Untuk memudahkan perencanaan, administrasi, dan belanja sekolah, Kemendikbudristek juga menawarkan Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) dan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (Siplah).

Kedua platform tersebut secara otomatis menghasilkan laporan keuangan yang dapat diunduh dan siap diaudit sehingga para guru tidak perlu pusing lagi dengan pembukuan. Dengan demikian, guru bisa lebih fokus pada tugas utama mereka, yaitu mengajar.

Tak hanya di pendidikan dasar dan menengah, Kemendikbudristek juga menginisiasi transformasi digital di tingkat Pendidikan Tinggi, salah satunya melalui program Kampus Merdeka. Program ini membantu mahasiswa mendapatkan kemampuan (skillset) yang relevan dengan dunia kerja, sehingga para mahasiswa tidak hanya belajar di dalam kampus.

Hal ini didasari oleh masalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang diperoleh di universitas dan kebutuhan industri. Kampus Merdeka mendorong para mahasiswa agar mendapatkan pengalaman langsung melalui berbagai proyek dan kerja sama dengan industri sebelum mereka lulus.

Selain itu, Kemendikbudristek juga menginisiasi hubungan antara universitas dan industri melalui program Kedaireka dengan konsep matching-funding, yang membantu membangun ekosistem inovasi di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya indeks inovasi global, program ini memperkuat kontribusi Indonesia di arena internasional.

Kini, sebanyak lebih dari 1,5 juta mahasiswa telah terdaftar ke dalam program Kampus Merdeka, sehingga mereka dapat mengikuti berbagai kesempatan magang berkualitas, serta sebanyak lebih dari 5.600 proyek penelitian dengan total pendanaan mencapai 1,8 miliar dolar AS (sekitar Rp29 triliun) yang telah terdanai dalam program Kedaireka.

Berbagai contoh transformasi digital pendidikan tersebut terangkum dalam semangat Merdeka Belajar, yang dimaknai sebagai emansipasi dalam proses pembelajaran, di mana inovasi tidak datang dari proses yang tertutup, tetapi melalui proses dialog dan komunikasi.

Sejumlah inisiatif tersebut dirancang untuk memastikan bahwa teknologi bisa menjadi enabler atau pendorong utama transformasi pendidikan di Indonesia, dan mampu memberi dampak yang nyata bagi guru, siswa, mahasiswa, dan seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024