Sudah berjalan (pembahasan Perpres), mudah-mudahan dalam minggu-minggu inilah bisa
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera menyampaikan bahwa proses perubahan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) bakal rampung minggu ini.

Pembahasan perubahan tersebut telah disetujui oleh semua kementerian/lembaga, dan hanya tinggal disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Peraturan Presiden (Perpres).

“Sudah berjalan (pembahasan Perpres), mudah-mudahan dalam minggu-minggu inilah bisa, ya minggu ini atau maksimal minggu depan itu peraturan presidennya bisa diundangkan karena semua kementerian sudah sepakat. Termasuk para stakeholder juga, kita sudah melakukan konsultasi publik, semua sudah sepakat nih,” kata Dida saat ditemui usai acara Pekan Riset Sawit Indonesia (Perisai) 2024 di Nusa Dua, Bali, Kamis.

Dalam paparannya, Dida menjelaskan bahwa berdasarkan risalah Rapat Internal Presiden tentang Badan Pengelola Kakao dan Kelapa Nomor R.83/Seskab/DKK/07/2024 tanggal 10 Juli 2024 lalu, telah diputuskan beberapa hal.

Pertama, Presiden menyetujui memberikan penugasan tambahan kepada BPDPKS untuk juga mengelola komoditas kakao dan kelapa, melalui penambahan Deputi Kakao dan Kelapa di BPDPKS.

Kedua, Presiden menyetujui agar kebijakan Bea Keluar untuk komoditas kakao dan kelapa diubah menjadi pungutan ekspor dan langsung masuk ke BPDPKS.

Ketiga, diadakan program utama untuk komoditas kakao dan kelapa terkait pembangunan persemaian (nursery) dan pelaksanaan peremajaan (replanting) tanaman.

Sebelumnya, komoditas karet sempat dimasukkan ke dalam opsi cakupan pengelolaan BPDPKS, namun Dida menjelaskan bahwa penambahan komoditas itu akan dilakukan secara bertahap.

Untuk saat ini, pemerintah masih berfokus pada komoditas kakao dan kelapa menimbang urgensi pengelolaan yang cukup tinggi.

“Bukan dihilangkan (komoditas karet), jadi memang arahan Bapak Presiden itu kakao dan kelapa gitu. Tapi dalam perjalanannya kita melihat nih, seperti karet, kopi dan komoditas lain juga sangat strategis nih. Nah kita melakukannya bertahap, yang pertama dulu kakao dan kelapa karena memang tingkat urgensinya juga sangat tinggi ya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dida menjelaskan bahwa saat ini masih ditemui permasalahan dalam komoditas kakao. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), selama periode 2015-2023 terjadi penurunan produksi kakao Indonesia sebesar 8,3 persen per tahun.

Saat ini sebagian besar bahan baku biji kakao yang dibutuhkan Indonesia dipasok dari impor. Harga kakao dunia terus meningkat, sehingga berpotensi menambah beban industri.

Adapun hingga saat ini, Kemenperin mencatat Indonesia baru memproduksi 160 ribu ton biji kakao. Dida menilai permasalahan industri kakao terletak pada aspek hulu.

“Kita pernah (produksi kakao) 600 ribu (ton), kapasitasnya sekarang hanya di bawah 200 ribu (ton). Jadi kesemuanya ini nanti kita dorong, tapi memang BPD ini masih fokus di hulu ya, kecuali untuk yang biodiesel nih, karena memang dari awal BPDPKS itu kan salah satu misinya untuk mengembangkan biodiesel,” imbuhnya.

Baca juga: Pemerintah sebut penyaluran dana peremajaan sawit capai Rp9,66 triliun
Baca juga: BPDPKS telah mendanai 346 kegiatan riset pengembangan kelapa sawit
Baca juga: BPDPKS: Regulasi jadi tantangan percepatan peremajaan sawit rakyat

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024