peminatnya tetap mencapai 1.800-an orang, sehingga rasio keketatan persaingan pada prodi Ekonomi Islam cukup tinggi.

Surabaya (ANTARA News) - Ekonomi Islam dan Kedokteran di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya merupakan program studi yang sama-sama menjadi favorit, karena peminat prodi Ekonomi Islam selalu membeludak dari tahun ke tahun sejak didirikan pada tahun 2007.

"Saat pertama kali didirikan, kami mematok kuota hanya 40 mahasiswa, karena merupakan prodi baru, tapi di luar dugaan ada 1.800 peminat yang mendaftar," kata Kepala Departemen Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair Prof Suherman Rosyidi, di Surabaya, Rabu.

Di sela-sela pembukaan International Conference on Islamic Economics and Civilization (ICIEC) yang berlangsung di Surabaya pada 3--5 Juni, pakar Ekonomi Islam itu menjelaskan kuota prodi Ekonomi Islam sekarang sama dengan Kedokteran yakni 200 mahasiswa.

"Tapi, peminatnya tetap mencapai 1.800-an orang, sehingga rasio keketatan persaingan pada prodi Ekonomi Islam cukup tinggi, padahal prodi itu sekarang sudah dibuka di UB, UI, Unpad, IPB, UNJ, Unesa, dan sebagainya. Unair sendiri sudah memiliki Laboratorium Bank Syariah Mini dan kini membangun Menara Syariah," katanya, didampingi ketua panitia ICIEC 2014, Nisful Laila S.Kom SE.

Oleh karena itu, pihaknya mengajak Universiti Teknologi Malaysia (UTM) dan Universiti Sains Malaysia (USM) untuk mengembangkan studi Ekonomi Islam melalui International Conference on Islamic Economics and Civilization (ICIEC) secara berkala.

"Untuk sektor Ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah, Indonesia dan Malaysia memang terdepan di dunia, meski sekarang telah berkembang di berbagai belahan dunia, karena itu kami sepakat melacak ekonomi sebagai salah satu tamadun (peradaban) Islam," katanya.

Ia menjelaskan ICIEC yang pertama kali diadakan dengan Unair sebagai tuan rumah itu melibatkan puluhan peserta dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Nigeria, Sudan, dan Mesir yang berasal dari kalangan akademisi/universitas, pemerintah, dan praktisi/tokoh.

"Konferensi akan membahas 83 makalah yang didiskusikan dalam enam panel. Puluhan makalah itu mengkaji ekonomi Islam, Tamadun Islam, dan selain keduanya, tapi kami sepakat akan fokus pada ekonomi Islam dan Tamadun Islam," katanya.

Ada pula sejumlah praktisi atau tokoh yang hadir untuk menyampaikan presentasi, di antaranya Prof Suroso Imam Zadjuli (Unair), KH Dr Ir Sholahuddin Wahid (Rektor Universitas KH Hasyim Asyari, Jombang), Prof Dr M Syukri Saleh (Direktur ISDEV USM), Prof Dr Hussin Salamon (UTM), perwakilan Kemenkeu, BI, OJK, LPS, serta perbankan syariah.

"Hasil konferensi akan dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi untuk pemerintah, perbankan, dan akademisi. Untuk pemerintah, kami berencana untuk mendesak adanya payung hukum bagi instrumen ekonomi Islam atau ekonomi syariah agar lebih leluasa dalam berkembang," katanya.

Untuk kalangan perbankan, peserta konferensi akan mengkritisi perbankan syariah yang hanya "baju" tapi hakekatnya bukan, lalu peserta konferensi juga akan menyoroti perlunya sosialisasi perbankan syariah untuk meningkatkan kepatuhan syariah dari permintaan (masyarakat).

"Kalau untuk akademisi, peserta konferensi akan membuka peluang riset bersama ekonomi Islam," katanya.

Menanggapi rancangan rekomendasi untuk pemerintah itu, Dirjen Pengelolaan Utang dari Kemenkeu, Robert Parapak, mengaku pemerintah memiliki komitmen untuk mendukung berkembangnya ekonomi Islam, terbukti pemerintah melakukan lelang sukuk negara pada setiap dua kali seminggu untuk mengatasi utang pemerintah.

"Untuk payung hukum juga sudah ada UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah, sedangkan payung hukum untuk perbankan mungkin Bank Indonesia yang lebih tahu, tapi rasanya sudah ada, karena tidak mungkin bank syariah berkembang kalau regulasi belum ada," katanya.
(*)

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014