Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengajak remaja untuk selektif ketika menerima informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, mengingat saat ini penyebaran informasi sangat bebas dan terbuka dengan hadirnya media sosial.
Kepala Pusat Riset Kependudukan BRIN Nawawi menjelaskan bahwa pada era globalisasi setiap individu, terutama remaja, sangat mudah untuk mengakses berbagai macam informasi melalui media sosial. Menurutnya hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk memilih informasi yang bermanfaat, khususnya terkait kesehatan reproduksi.
“Pendidikan seksualitas dan reproduksi yang tepat berbasis pengetahuan, disesuaikan nilai budaya lokal, sangat perlu untuk membuat keputusan yang bijak terkait kehidupan seksual,” kata Nawawi dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu.
Ia menilai, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembahasan kesehatan reproduksi kepada remaja di Indonesia seperti faktor budaya, agama, dan sosial ekonomi dalam membahas kesehatan reproduksi. Menurutnya, itu menjadi tantangan tersendiri dalam mengenalkan kontrasepsi kepada remaja di Indonesia.
Selain itu, meningkatnya akses terhadap media sosial saat ini juga menjadi tantangan karena sulit untuk mengontrol penyebaran informasi karena aksesnya terbuka dengan bebas. Hal ini juga berimplikasi pada berbagai hal, termasuk menjaga perilaku yang bertanggung jawab dari remaja terkait pemahaman kontrasepsi dan juga seksualitas.
Peneliti BRIN Andhika Ajie Baskoro mengatakan internet mempengaruhi peningkatan risiko hubungan seks pranikah di kalangan remaja. Menurutnya, konten yang diakses para remaja di internet mempengaruhi tingkat risiko mereka terlibat dalam perilaku seksual berisiko.
“Studi menunjukkan, keterpaparan terhadap konten pornografi menjadi faktor penentu yang berasosiasi pada peningkatan risiko perilaku seksual berisiko pada remaja,” urainya.
Ia juga memberi contoh beberapa studi di Indonesia yang menunjukkan penggunaan aplikasi kencan masih didominasi motivasi untuk mencari jodoh. Walau ada sebagian kecil yang menggunakannya untuk mencari pasangan seksual.
Andhika mengatakan, permasalahan terkait perilaku seksual pada remaja adalah permasalahan serius dan dapat berdampak pada kondisi kependudukan. Oleh karena itu, pendidikan seksualitas dibutuhkan sebagai upaya pembekalan remaja sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
“Perlu pelibatan orang tua untuk menjadi ruang aman dalam melakukan diskusi terkait isu seksualitas,” imbuhnya.
Baca juga: BRIN: 13,9 persen remaja pakai aplikasi kencan guna cari "sex partner"
Baca juga: Remaja kerap jadi korban misinformasi terkait kesehatan seksual
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024