"Istri ketiga ini tugasnya adalah bagaimana mengatur keuangan pabrik ini membayar orang, menggaji orang. Jadi sebagai rekening penampung atas nama istri, kemudian juga menerima hasil penjualan,"
Serang (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Irjen Pol Kepala BNN RI Irjen Pol Marthinus Hukom menyebutkan dalang utama pabrik narkoba di Taktakan, Serang, memiliki hubungan keluarga.

Marthinus di Serang, Rabu menyatakan tersangka BY sebagai bos pabrik narkoba tersebut merupakan kepala keluarga, sementara tersangka selanjutnya melibatkan istri ketiga, dan anak dari istri pertama.

"Istri ketiga ini tugasnya adalah bagaimana mengatur keuangan pabrik ini membayar orang, menggaji orang. Jadi sebagai rekening penampung atas nama istri, kemudian juga menerima hasil penjualan," ujar Marthinus.

Ia juga menjelaskan anaknya bertugas mengantar hasil jadi kepada pembeli.

Pabrik narkoba tersebut baru beroperasi selama dua bulan. Namun mesin produksinya sudah dibeli BY pada tahun 2016.

Marthinus mengatakan pengungkapan 10 tersangka dalam kasus pabrik narkoba tersebut juga diketahui dari jejak-jejak terakhir pembelian alat dan bahan baku.

"Maka pendekatan yang dilakukan ke depan adalah bagaimana kita menganalisis semua jaringan informasi ini. Sehingga kita bisa menemukan ujung terakhir nya, dan awalnya satu jaringan struktur secara utuh," kata dia.

Pihaknya menduga alat-alat produksi narkotika jenis PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) secara rumahan tersebut juga memiliki keterlibatan dengan kasus pertama BY ketika ia ditangkap.

Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) RI membongkar pabrik narkotika tersembunyi dalam rumah mewah, atau clandestine laboratory yang hasilkan jutaan pil narkotika di lingkungan Komplek Purna Bakti, Taktakan, Kota Serang.

BNN RI menahan 10 orang tersangka dengan total barang bukti berupa 971.000 butir narkotika jenis PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol).

Tersangka yakni AD (sebagai pengawas produksi), BN (sebagai pemasok bahan), RY (sebagai koordinator keuangan), dan dua narapidana, masing-masing berinisial BY (berperan sebagai pengendali) dan FS (berperan sebagai pembeli).

Kemudian AC (pengemas hasil jadi), JF (pemasak), HZ ( pemasok bahan), dan LF (pemasok bahan dan pengemas hasil jadi) yang terlibat dalam produksi dan distribusi narkotika jenis PCC tersebut.

Para tersangka dikendalikan oleh seorang narapidana berinisial BY. Ia membeli mesin-mesin cetak kepada seseorang yang berinisial IS.

BY yang juga merupakan pemilik rumah mewah tersebut merupakan seorang narapidana kasus narkotika yang tengah mendekam di penjara sejak tahun 2023 lalu.

Selain menangkap 10 orang tersangka dan barang bukti narkotika berupa 971.000 butir PCC,Tim BNN juga mengamankan alat dan bahan yang digunakan para tersangka untuk memproduksi PCC

Pada bahan kimia dan obat-obatan yakni Paracetamol 1.400.750 gram dan yang tercampur seberat 1.720 gram,Caffein seberat 427.000 gram, Microcrystalline Cellulose 310.000 gram, SodiumStarchGlycolate/SSG 184.500 gram, Methanol 220.000 ml, Lactose 25.000 gram, Tramadol 75.000 gram, Trihexphenidyl 2.729.500 butir, Magnesium Stearat 659.400 gram, Paracetamol,caffeine,trihexyphenidyl 19.400 gram, Povidone 50.000 gram.

Dan berdasarkan keterangan JF (sebagai koki/pemasak) dirinya sudah mencetak Narkotika Gol.I jenis PCC sebanyak 6.900.000 butir sejak Juli tahun 2024 sampai saat ini.

Total keseluruhan barang bukti pil PCC, baik yang ada di rumah produksi (TKP) maupun yang akan didistribusikan berjumlah 971.000 butir dan harga pasaran pil PCC perbutirnya seharga Rp.150.000 atau jika dikonversi jumlah barang bukti bernilai Rp145,65 miliar.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2)Jo Pasal 132 ayat(1) subsider Pasal 113 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) lebih subsider Pasal 112ayat(2)Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.




 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024