Dhaka, Bangladesh (ANTARA) - Angka kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) di Bangladesh meningkat dalam satu bulan terakhir, yang diduga karena adanya perubahan perilaku penyakit yang mematikan itu.

Pada September saja, DBD telah merenggut nyawa 80 orang, separuh dari total 166 kematian selama tahun ini sejak Januari. Pada bulan itu, lebih dari 18.000 orang dirawat, atau lebih dari setengah jumlah kasus rawat inap sejak Januari.

Para ahli memperkirakan situasi akan memburuk pada Oktober, karena sebagian besar kematian akibat penyakit itu terjadi karena pasien terlambat dibawa ke rumah sakit.

Dr. Abu Hussain Md. Moinul Ahsan, direktur pada Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (DGHS) Bangladesh, mengatakan bahwa pihaknya mencatat lima kematian akibat DBD di rumah sakit pada Senin.

“Empat di antaranya meninggal pada hari pertama mereka dirawat, dan satu lagi meninggal dua hari setelah masuk rumah sakit,” kata dia.

“Meskipun persiapan dan logistik di rumah sakit lengkap, kami tidak mampu menyelamatkan nyawa pasien jika mereka terlambat dibawa ke rumah sakit,” kata Abu Hussain, menambahkan.

Raja, balita laki-laki berusia dua setengah tahun dari kawasan permukiman Uttar Badda di Dhaka, sembuh dari penyakit tersebut.

“Anak kami tidak mengalami kondisi parah karena kami segera membawanya ke rumah sakit swasta terdekat setelah kami lihat suhu tubuhnya meningkat,” kata ibunya, Mona Barua, seraya menyebut kampanye anti-DBD pemerintah "sekadar formalitas."

Dokter spesialis ABM Abdullah mengatakan bahwa angka kematian meningkat ketika pasien terlambat dibawa ke rumah sakit.

Dia menambahkan bahwa banyak korban meninggal adalah pasien yang terinfeksi virus DBD untuk kedua atau ketiga kalinya.

Seseorang bisa terinfeksi hingga empat kali karena ada empat varian virus dengue yang berbeda, katanya.

Dia menyoroti bahwa sistem kesehatan di Dhaka membuat pasien dari seluruh Bangladesh mendatangi rumah-rumah sakit besar di kota itu sehingga pasien terlambat mendapatkan perawatan.

“Ketika pasien dalam kondisi serius dari kota lain yang berjarak 200-300 km dibawa ke Dhaka, itu pasti mengurangi peluang pasien untuk bertahan hidup," kata Abdullah.

Apalagi, kata dia, rata-rata ambulans tidak dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar pengobatan awal dilakukan di rumah sakit distrik atau kota kecil.

Perilaku Dengue Berubah

“Kami melihat perubahan pada gejalanya. Banyak pasien tidak menyadari bahwa mereka sudah terinfeksi, dan kondisi mereka tiba-tiba memburuk,” kata Abdullah.

Ahli entomologi di Universitas Jahangirnagar, Prof. Kabirul Bashar, yang telah meneliti nyamuk dengue dan perilakunya selama bertahun-tahun, mengatakan bahwa dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa nyamuk itu bisa bertelur di air kotor yang tergenang dan menggigit pada siang atau malam.

“Kita tidak bisa mengendalikan nyamuk Aedes dengan pendekatan biasa karena musim berkembang biak, larva, dan lingkungan hidupnya berbeda dengan spesies nyamuk lainnya,” kata dia.

Abdullah menilai kampanye anti-DBD pemerintah kota tidak efektif. Dia menyarankan perubahan cara mengendalikan nyamuk, karena upaya saat ini tidak membunuh nyamuk dengue di permukiman.

Namun, Abu Hussain, sang pejabat DGHS, mengeklaim bahwa pemerintah kota tengah berusaha menghancurkan tempat berkembang biak nyamuk dengue.

Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Penyakit ini belum ada obatnya.

Tahun lalu, Bangladesh mencatat rekor 1.705 kematian akibat DBD dan 321.179 kasus, menurut DGHS.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Bangladesh laporkan 463 infeksi baru DBD
Baca juga: Afrika waspadai lonjakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

Penerjemah: Primayanti
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024