Jakarta (ANTARA) - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengklarifikasi penamaan 'wine' yang mendapatkan ketetapan halal dari lembaga tersebut, berkaitan atau berasosiasi dengan warna kosmetik bukan tentang produk pangan.
"Database LPPOM menunjukkan adanya 25 nama produk dengan kata kunci 'wine'. Semuanya berupa produk kosmetik di mana penggunaan kata 'wine' berasosiasi dengan warna (bukan sensori rasa maupun aroma)," ujar Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati di Jakarta, Rabu.
Pernyataan Muti tersebut menanggapi klarifikasi dari Kementerian Agama soal produk pangan yang diberi bubuhan nama 'tuyul', 'tuak', 'beer', dan 'wine' dan menjadi perbincangan di media sosial serta mendapat sertifikat halal.
Sebelumnya, Kementerian Agama menyebut produk dengan nama menggunakan kata 'wine' yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk dan 53 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.
Contoh yang lain, produk dengan nama menggunakan kata 'beer' yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 8 produk. Lalu 14 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.
Baca juga: Kemenag klarifikasi soal nama 'wine' yang memiliki sertifikat halal
"Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH, dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain," Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanudin, Selasa.
Menanggapi hal tersebut, LPPOM MUI telah melakukan penelusuran internal atas 32 produk yang disebutkan oleh BPJPH. Kata 'wine' yang diuji oleh LPPOM dan mendapat ketetapan halal berkaitan dengan nama warna saja untuk produk kosmetik.
"Menurut Komisi Fatwa MUI, penggunaan kata 'wine' yang menunjukkan jenis warna 'wine' untuk produk nonpangan diperbolehkan," kata Muti.
Sementara produk dengan nama 'bir' hanya diperuntukkan bagi produk minuman tradisional yang bukan merupakan khamr yaitu bir pletok. Hal ini pun diperbolehkan oleh Komisi Fatwa MUI dengan pertimbangan bahwa produk tersebut adalah produk yang sudah dikenal lama di tengah masyarakat sebagai produk minuman tradisional non khamr.
LPPOM juga, kata dia, melakukan penelusuran tiga produk yang terdapat bubuhan 'beer'. Dari tiga produk itu, dua di antaranya berkaitan dengan kesalahan tik (typo) yakni beef strudel dan beef stroganoff.
Sementara satu produk lainnya yakni Ginger Beer. Setelah melakukan penelusuran ulang ke pelaku usaha, dapat dipastikan bahwa tidak ditemukan adanya bahan haram dalam pembuatan produk tersebut. Produknya pun tidak berasosiasi dengan 'beer'.
"Perusahaan bersedia untuk mengganti nama menu yakni dari Ginger Beer menjadi Fresh Ginger Breeze. Hal ini dibuktikan dengan surat permohonan perubahan nama yang secara paralel diajukan oleh pelaku usaha kepada BPJPH dan perubahan nama pada ketetapan halal," katanya.
Muti memastikan proses pemeriksaan halal yang dilakukan LPH LPPOM tidak pernah meloloskan produk dengan nama tuyul dan tuak. LPH LPPOM berkomitmen untuk melakukan perbaikan layanan untuk menghasilkan produk halal yang terjamin dan terpercaya.
"Kami harap seluruh pihak yang terlibat tidak menyebarkan isu yang belum jelas. LPPOM menerima segala bentuk saran dan masukan untuk kemajuan layanan sertifikasi halal Indonesia ke depan," kata dia.
Baca juga: Menag kaji produk asing tak penuhi unsur halal, masuk aplikasi BPJPH
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024