Bagaimana mengubah sawit menjadi lebih baik, tidak merusak dan dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa melakukan perluasan
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Masyarakat Sipil menyerukan optimalisasi perkebunan sawit yang sudah ada dan penghentian pembukaan kebun baru mengingat daya tampung lingkungan yang terbatas dan dampaknya kepada lingkungan.

Dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu, Deputy Director MADANI Berkelanjutan Giorgio Budi Indrarto menyatakan tren pengembangan sawit di Indonesia tidak berfokus pada peningkatan produktivitas sawit atau intensifikasi melainkan perluasan perkebunan sawit atau ekstensifikasi.

Sementara, jelasnya, riset terbaru Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari MADANI Berkelanjutan, Satya Bumi dan Sawit Watch menemukan daya tampung lingkungan batas atau "cap" sawit di Indonesia hanya sampai 18,15 juta hektare.

Dia menjelaskan temuan tersebut menjadi krusial, karena peluang ekspansi masih berpotensi besar terjadi, sementara lahan yang tersedia semakin terbatas dan daya dukung ekosistem terus berkurang oleh alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit.

Baca juga: Airlangga: Generasi mendatang berhak menikmati lingkungan yang aman

"Bagaimana mengubah sawit menjadi lebih baik, tidak merusak dan dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa melakukan perluasan. Konteks daya dukung dan daya tampung perlu dibunyikan. Berapa kemampuan lahan jika dikembangkan sawit? Itulah yang mendasari inisiatif riset ini," jelasnya.

Tujuannya, lanjut Giorgio, agar keberadaan atau pengembangan perkebunan sawit tidak menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dalam jangka panjang, namun tetap dapat memenuhi kebutuhan.

Perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan dengan menghitung kebutuhan manusia di suatu pulau dan bagaimana kesesuaian fisik pulau tersebut jika ditanami sawit menggunakan pemodelan kalkulator jejak ekologis yang terdiri dari 14 variabel pembatas.

Ke-14 variabel tersebut adalah ketersediaan air, Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), karst, mangrove, kawasan konservasi dan hutan lindung, hutan alam, resapan air, kelerengan lebih dari 30 persen, rawan bencana, habitat satwa dilindungi, area keanekaragaman hayati kunci, jasa lingkungan hidup tinggi, dan keberadaan penduduk.

Baca juga: Industri sawit menanggapi tuduhan pelanggaran lingkungan

Sementara itu Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo menambahkan bahwa penting melihat "cap" sawit dalam kerangka perbaikan, bagaimana agar ini dapat mendukung industri sawit akan semakin baik dan bermanfaat serta semakin strategis.

Dengan adanya batas atas, ujarnya, koalisi ingin mengatakan bahwa pengembangan sawit tidak boleh melebihi batas tersebut, jika melewati maka akan ada konsekuensi yang harus diterima terutama dari berbagai sektor karena telah melampaui kemampuan lahan.

"Kami berharap pemerintahan ke depan dapat mengadopsi konsep 'cap' sawit ini menjadi sebuah kerangka regulasi tertentu yang titik beratnya agar tidak ada perluasan lahan sawit," kata Rambo.

Untuk itu, dia menyatakan koalisi mendorong penghentian pemberian izin dan pembukaan kebun sawit baru serta optimalisasi perkebunan yang ada saat ini. Diperlukan juga evaluasi perizinan yang terindikasi bermasalah serta persoalan sawit dalam kawasan hutan.

Baca juga: DLHK: Perusahaan sawit di Aceh hijaukan kembali kerusakan hutan

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024