yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal
Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan kebijakan yang diatur dalam PP Nomor 28/2024, khususnya mengenai penerapan kemasan polos (plain packaging) akan berdampak negatif terhadap industri rokok dalam negeri, terutama untuk rokok kretek.

Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 mengatur kemasan rokok polos (plain packaging) tanpa merek.

Kemasan polos, lanjutnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali, sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah.

"Kemasan polos ini akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, namun yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry Najoan.

Data Kementerian Perindustrian menyebutkan total tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di sektor IHT sebanyak 5,98 juta orang, mulai buruh, petani tembakau, petani cengkih dan sektor terkait lain.

Baca juga: Pakar ekonomi: Cukai terlalu tinggi tingkatkan peredaran rokok ilegal

Baca juga: GAPPRI apresiasi pemerintah tak naikkan cukai rokok 2025


"Mereka terancam dengan kebijakan itu sehingga akan menciptakan kemiskinan baru," katanya.

Merujuk kajian GAPPRI, aturan kemasan polos merupakan duplikasi dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"Jika diimplementasikan akan memperburuk situasi dengan semakin meningkatkan daya tarik rokok ilegal," kata Henry Najoan.

Oleh karena itu, tambahnya GAPPRI menolak tegas RPMK yang merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 yang, mengatur kemasan rokok polos tanpa merek.

Sementara Anggota DPR RI periode 2024-2029 Mukhamad Misbakhun mengingatkan para pengambil kebijakan negara tidak terkooptasi oleh agenda-agenda global yang ingin menginfiltrasi kelangsungan ekosistem tembakau yang mempunyai peran strategis bagi negara, seperti dorongan aksesi FCTC, terbitnya PP 28/2024 dan RPMK.

Misbakhun meminta pemerintah melindungi industri hasil tembakau, utamanya rokok kretek di tanah air dari intervensi asing, apalagi, industri ini sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar.

"Jangan sampai kita diinjak oleh konspirasi global yang menginfiltrasi kebijakan nasional untuk kepentingan pihak tertentu," imbuhnya.

Menurut dia, industri hasil tembakau tidak hanya berhubungan dengan sektor kesehatan, tapi juga sektor lainnya yang saling terkait, mulai dari industri, pertanian, hingga tenaga kerja atau buruh.

Misbakhun menyatakan industri rokok kretek seperti sigaret kretek tangan (SKT) yang menjadi ciri khas rokok Indonesia, perlu mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah.

“Saya mengharapkan ada upaya-upaya yang lebih objektif dan komprehensif melihat ekosistem pertembakauan di Indonesia dengan meninjau ulang berbagai regulasi yang diskriminatif terhadap kelangsungan iklim usaha ekosisten pertembakauan," katanya.

Baca juga: GAPPRI: PP 28/2024 ancam kelangsungan industri kretek nasional

Baca juga: GAPPRI sebut kenaikan tarif CHT berpotensi tingkatkan rokok ilegal

Pewarta: Subagyo
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024