Jakarta (ANTARA) - Pendidik sekaligus pemerhati kesehatan seksual dan reproduksi June Low mengatakan bahwa pendidikan seksualitas komprehensif yang diimplementasikan pada anak dan remaja sebenarnya bisa turut andil dalam upaya pencegahan pelecehan seksual.

June menjelaskan, pendidikan seksualitas komprehensif sebetulnya mengajarkan kepada anak dan remaja untuk dapat mengenali tubuh mereka, cara menjaga privasi, hingga cara menetapkan batasan (boundaries) yang sehat.

“Jadi, ketika mereka menghadapi predator, mereka bisa mengetahui apa yang harus dilakukan. Mereka juga bisa mengetahui bagaimana caranya untuk mencari bantuan,” kata June dalam webinar di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, pendidikan seksualitas komprehensif pada dasarnya upaya untuk memberikan informasi yang akurat secara medis yang tidak hanya berfokus pada materi biologi tetapi juga mencakup aspek-aspek lainnya seperti aspek kognitif, emosional, fisik, dan sosial.

Dengan kata lain, pendidikan seksualitas komprehensif berarti berkaitan dengan kecakapan hidup (life skill) terutama untuk mendukung mereka bisa mengambil keputusan dengan bijak dan memiliki kemampuan negosiasi serta memahami identitas diri.

June menegaskan bahwa pendidikan seksualitas komprehensif tidak berarti mendorong remaja untuk melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, hal ini justru mencegah remaja untuk melakukan hubungan seksual pada usia dini. Pendidikan seksualitas komprehensif juga sebaiknya tidak hanya dilakukan beberapa kali, namun harus konsisten dalam jangka panjang.


 

Melalui edukasi yang menyeluruh, anak dan remaja juga perlahan-lahan memahami bentuk hubungan yang sehat sehingga diharapkan bisa turut andi dalam penurunan angka kekerasan dalam hubungan di masa depan.

“Mereka belajar tentang consent dan safety di dalam pendidikan seksualitas komprehensif. Mereka juga belajar tentang seperti apa perilaku yang buruk di dalam suatu hubungan,” kata pendiri platform edukasi “Good Sex Education” itu.

Menurut June, edukasi seksualitas yang lengkap juga memiliki manfaat lainnya yaitu dapat meningkatkan pembelajaran sosial dan emosional karena mereka belajar tentang kesadaran diri, kontrol diri, kemampuan interpersonal, dan tanggung jawab.

Ia juga mengingatkan bahaya konten pornografi semenjak masifnya penetrasi internet. Orang tua juga kerap kesulitan mencari cara untuk mencegah anak terpapar konten pornografi. Maka dengan pendidikan seksualitas yang menyeluruh, pada akhirnya hal ini juga dapat meningkatkan literasi media pada anak dan remaja.

June, yang saat ini sedang menyelesaikan jenjang S3 di jurusan ilmu kesehatan Universitas Kyoto, mengatakan bahwa pendidikan seksualitas yang baik harus disesuaikan dengan tahapan usia anak dan remaja.

Baca juga: Peneliti BRIN: Pendidikan seksualitas komprehensif perlu bagi remaja

Berdasarkan International Technical Guidance on Sexuality Education (ITGSE), edukasi bisa dimulai pada usia 5-8 tahun dan berlanjut pada tahap usia selanjutnya hingga 15-18 tahun ke atas.

Merujuk pada ITGSE, June menjelaskan bahwa edukasi dapat dimulai dengan fokus materi yang mendorong anak untuk memahami bahwa dirinya layak untuk disayangi dan setiap orang dewasa pada dasarnya bisa merencanakan kehamilan.

Materi terus meningkat pada setiap tahapan usia hingga pada puncaknya mereka bisa memahami manfaat penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

“Kita harus ingat bahwa pendidikan seksualitas komprehensif harus sesuai dengan kelompok usia dan kultur setempat. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir bahwa kita akan sexualized anak dan remaja, bahwa itu akan menyebabkan mereka berhubungan seksual. Riset menunjukkan sebaliknya, bahwa pendidikan seksualitas komprehensif memiliki banyak manfaat,” kata June.


Baca juga: BKKBN dorong adanya pendidikan seksualitas secara komprehensif

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024