Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan penunjukan menteri agama merupakan hak prerogatif presiden, sehingga Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji tidak seharusnya memberikan rekomendasi seperti yang dibacakan pada Sidang Paripurna DPR ke-8.

"Seharusnya rekomendasi Pansus hanya menyangkut perbaikan kebijakan atau regulasi penyelenggaraan haji serta tatakelolanya, bukan menyangkut orang yang mengisi jabatan tertentu," ujar Oce Mandril dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, Pansus Hak Angket Haji telah menyampaikan hasil kerjanya pada sidang Paripurna DPR ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Senayan, Jakarta.

Ada lima rekomendasi yang dibacakan, salah satunya mengharap pemerintah mendatang mengisi posisi Menteri Agama dengan figur yang lebih cakap dan kompeten dalam mengoordinir, mengatur, dan mengelola penyelenggaraan ibadah haji.

Baca juga: Kemenag pandang rekomendasi Pansus Haji tekankan revisi regulasi

Baca juga: Pansus harap Kemenag diisi figur yang lebih kompeten kelola haji


Oce Madril menilai rekomendasi Pansus Angket Haji bermasalah dengan tiga alasan. Pertama, rekomendasi soal posisi Menteri Agama dalam pemerintahan mendatang bukanlah wewenang DPR.

Menurut UUD 1945, pengisian jabatan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Dalam pengisian jabatan menteri agama, presiden tidak dapat diintervensi, sekalipun oleh Pansus.

"Rekomendasi Pansus tersebut offside, terlihat ada kepentingan pihak tertentu untuk mengincar kursi Menteri Agama mendatang dengan memanfaatkan hasil Pansus," kata dia.

Kedua, kata Oce, seharusnya Pansus Haji fokus pada persoalan kebijakan, regulasi, dan tata kelola penyelenggaraan haji supaya lebih baik di masa mendatang.

Ia mencontohkan Pansus sebaiknya mendorong untuk melakukan legislative review atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta meningkatkan pengawasan di lapangan.

"Tim DPR ikut awasi pelaksanaan haji di lapangan, seharusnya Tim DPR ini harus lebih efektif," katanya.

Ketiga, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 berkaitan dengan pengujian konstitusionalitas hak angket dalam UU MD3, telah memberikan batasan hak angket, bahwa hasil hak angket harusnya berwujud rekomendasi dan evaluasi untuk perbaikan kebijakan di masa mendatang.

"Dengan demikian, maka hasil Pansus Haji harusnya mendorong perubahan dan perbaikan kebijakan penyelenggaraan haji, baik perbaikan dari sisi legislasi (revisi UU Haji) maupun perbaikan manajemen pelaksanaan haji di lapangan," kata dia.*

Baca juga: Pansus dorong penguatan pengawasan terhadap penyelenggaraan haji

Baca juga: Pansus Angket Haji DPR rekomendasikan revisi UU Haji

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024