Jakarta (ANTARA) - Dewan Pers meminta media massa untuk lebih sensitif dan responsif gender saat memberitakan kasus kekerasan berbasis gender (gender based violence), terutama kasus kekerasan seksual, agar produk jurnalistik yang dihasilkan tidak merugikan pihak korban.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu merespons banyaknya temuan pemberitaan yang tidak responsif gender berdasarkan analisis pemberitaan kekerasan seksual terhadap sembilan media online yang dilakukan Dewan Pers bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tidar pada 2022.
“Kalau ini tidak diperbaiki, implikasi dari pemberitaan itu akan merugikan korban berulang-ulang, merugikan perempuan berulang-ulang,” kata Ninik usai menghadiri acara “Aksi dan Kolaborasi Pentahelix: Penguatan Media dan Pers dalam Pencegahan dan Respon Kekerasan Berbasis Gender” di Jakarta, Senin.
Berdasarkan studi tersebut, Ninik mengatakan bahwa pemberitaan di media online masih banyak ditemukan kata kunci yang mendiskriminasi terhadap perempuan, memberi pelabelan kepada korban atau stereotyping, hingga menyalahkan korban (victim blaming). Bahkan, terdapat pemberitaan-pemberitaan yang tidak memberikan perlindungan kepada korban serta memberi kesan untuk menormalisasi kekerasan berbasis gender.
Ninik mengatakan, kerja jurnalistik memang dibebaskan untuk pencarian berbagai informasi dan fakta sebagai sumber berita. Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa media pers juga memiliki tugas penting lainnya yaitu untuk menilai implikasi dari suatu pemberitaan sebelum didistribusikan atau disebarluaskan kepada publik sebagai bentuk tanggung jawab profesionalisme.
Dalam pemberitaan isu kekerasan terhadap perempuan, menurut Ninik, banyak media yang mencampurkan antara fakta dan opini sehingga menggiring pembaca pada pelabelan atau stereotyping hingga menyalahkan korban. Ia pun berharap, para jurnalis bisa terus menambah pengetahuannya seputar kekerasan berbasis gender di samping juga disiplin melakukan verifikasi dan akurasi.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengingatkan pentingnya pemahaman mengenai isu kekerasan berbasis gender yang tidak hanya merugikan perempuan tetapi juga merugikan laki-laki.
“Dan sekarang ini juga menjadi sangat penting ketika relasi kuasa masih seringkali terjadi dan menjadi faktor utama, bagaimana kondisi-kondisi situasional yang kemudian mengakibatkan kekerasan itu, perempuan lagi-lagi yang menjadi korban,” imbuh Ratna.
Ia berpesan agar pers terus memastikan penerapan kode etik jurnalistik di dalam pemberitaan isu kekerasan berbasis gender. Selain itu, Ratna juga berpesan agar pers ikut menyebarkan pemahaman yang baik mengenai perspektif gender kepada masyarakat sehingga tujuan kesetaraan gender yang dicita-citakan pemerintah bisa tercapai.
Baca juga: Dewan Pers minta media profesional di peliputan Pilkada
Baca juga: Dewan Pers tingkatkan kualitas peliputan untuk pilkada berkualitas
Baca juga: KemenPPPA tingkatkan kualitas pemberitaan kekerasan seksual di Kalsel
Baca juga: Dewan Pers tetapkan 11 anggota komite Perpres Publisher Rights
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024