New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia anjlok di bawah 59 dolar AS per barel Selasa, menyentuh titik terendah sejak Februari ketika para pedagang melihat pada laporan cadangan minyak AS yang sehat dan berkurangnya ketegangan tentang program nuklir Iran. Kontrak utama New York, harga minyak mentah ringan (light sweet crude) untuk pengiriman dalam bulan November anjlok 2,35 dolar menjadi ditutup pada 58,68 dolar per barel. Kontrak minyak mentah AS tersebut sekarang sudah turun 25 persen dari harga rekor tertinggi 78,40 dolar yang dicapai dalam bulan Juli. Di London, harga Brent, minyak mentah dari Laut Utara untuk pengiriman November anjlok 2,02 dolar menjadi ditutup pada 58,43 dolar per barel. Harga minyak mentah Brent tersebut juga anjlok jauh dibawah harga rekor tertinggi 78,64 dolar yang dicapai dalam bulan Agustus. "Pasar berada dalam keadaan suasana negatif pada saat ini," kata Bruce Evers, seorang analis dari Investec, seperti dikutip AFP. "Geopolitik lebih tenang (di Timur Tengah), inventori minyak dan tentunya stok minyak olahan di AS nampaknya banyak dan musim topan sangat tenang," katanya. Harga tertekan oleh suatu rencana yang bertujuan untuk memecahkan kemacetan tentang krisis energi nuklir di Iran -- produsen minyak mentah keempat terbesar di dunia. Iran Selasa mengusulkan bahwa Perancis harus memimpin suatu konsorsium untuk memproduksi pengayaan uranium (enriched uranium) di Iran, sebagai suatu jalan keluar dari kemacetan dengan Barat tentang program nuklirnya. Tawaran dari Wakil Kepala Badan Energi Atom Iran tersebut datang di tengah peringatan peringatan bahwa waktu hampir habis untuk Teheran menyiapkan suatu persetujuan dengan Uni Eropa dan lolos dari kemungkinan sanksi PBB. "Situasi Iran nampaknya telah menjadi lebih tenang," kata Evers menambahkan. Iran sejauh ini telah menolak menuruti permintaan AS bahwa negara itu menghentikan pengayaan uraniumnya sebagai bukti negara itu tidak berusaha mebuat senjata nuklir. Iran menekankan bahwa program nuklirnya semata mata hanya untuk kebutuhan energi damai dan menolak tuduhan AS bahwa negara itu ingin memproduksi senjata nuklir. Para analis telah beranggapan bahwa apabila sanksi PBB diberlakukan, Iran dapat melakukan pembalasan dengan mengacaukan ekspor minyaknya atau ekspor negara negara Teluk lainnya melalui kemacetan pelayaran di Selat Hormuz. (*)

Copyright © ANTARA 2006