Jayapura (ANTARA News) - Gubernur DIY Yogyakarta Sri Sultan Hamengkobuwono X diminta segera mendesak aparat kepolisian Yogyakarta untuk mengungkap kasus kekerasan dan menangkap para pelaku yang membuat empat warga Sleman pada Kamis (29/5) malam terluka parah.
Demikian salah satu pernyataan sikap dari Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (Sejuk) yang berpusat di Jakarta terkait kekerasan intoleran yang terjadi di Yogyakarta dalam rilis yang dikirimkan kepada Antara di Jayapura, Jumat.
"Sejuk juga mengutuk keras aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap orang-orang yang sedang beribadah di rumah Julius Direktur Galang Press di daerah Besi atau Jalan Kaliurang, Sleman, Yogyakarta," kata Direktur Sejuk, Ahmad Junaidi.
Selain itu, pernyataan sikap Sejuk lainnya adalah mengecam aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap wartawan Kompas TV yang dilindungi hukum oleh UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan 18 UU.
"Juga meminta Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mendesak aparatnya menangkap dan mengadili para pelaku kekerasan atas nama agama, baik dalam kasus yang terjadi di rumah Bapak Julius tadi malam maupun kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan yang berada di wilyah Yogyakarta," katanya.
Lalu, Mendesak kepolisian, khususnya Polda DIY Yogyakarta untuk segera menangkap para pelaku penyerangan dan penganiayaan tersebut. Termasuk mengusut tuntas motif penyerangan dan menangkap aktor di balik penyerangan dan penganiayaan atas nama agama tersebut.
"Kami juga mengajak masyarakat dan insan pers untuk melawan sikap intoleran dan aksi-aksi kekerasan atas nama agama yang merampas hak-hak dan kebebasan warga untuk beragama, berkeyakinan, dan beribadah," katanya.
Dan terakhir, kata Ahmad, Sejuk menyerukan kepada jurnalis dan media massa untuk mengedukasi publik lewat pemberitaan yang mendorong toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan agama dan keyakinan atau kepercayaan.
Karena tindakan brutal penyerangan sekelompok massa yang mengatasnamakan agama merupakan tindak anarkis, kriminal dan intoleran dalam kehidupan beragama, berkeyakinan, dan beribadah.
"Konstitusi bangsa ini menjamin hak-hak dan kebebasan segenap warga negara untuk beragama, berkeyakinan dan menjalankan ibadah seperti tertulis dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 2, 28I ayat 1, dan 29 ayat 2," katanya.
Ahmad juga sampaikan bahwa DIY Yogyakarta belakangan ini dikenal luas sebagai kota toleransi. Dan, persis seminggu yang lalu, yakni Jumat 23 Mei 2014, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X oleh Jaringan Antariman Indonesia (JAII) diberi "Penghargaan Pluralisme" sebagai kepala daerah di Indonesia yang mendorong keberagaman menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Tapi faktanya, belakangan ini DIY Yogyakarta menjadi wilayah yang tidak aman bagi warganya untuk menjalankan atau mengekspresikan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Untuk itu Sri Sultan HBX harus segera bersikap dan mendesak aparat keamanan ungkap kasus intoleran ini," tutupnya.
(KR-ARG/A029)
Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014