Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengakui pembuangan lumpur ekses pengeboran PT Lapindo Brantas Inc ke laut akan memunculkan dampak lingkungan, namun hal itu "terpaksa" dilakukan karena dianggap paling mungkin dan lebih kecil risikonya. "Pembuangan lumpur ke laut itu satu keniscayaan. Saya juga tidak senang, tapi ini keharusan karena tidak ada tempat yang layak (untuk menampung lumpur)," katanya di Jakarta, Selasa petang. Tadinya, kata Rachmat, diharapkan lumpur tersebut bisa ditampung di kolam, tetapi ternyata tidak mungkin karena volumenya sangat besar. "Jadi mesti disalurkan ke laut melalui Kali Porong," kata nya usai meneken kerjasama pelestarian lingkungan dengan Gerakan Pemuda Ansor. Pada kesempatan itu Menteri LH kembali menegaskan bahwa lumpur tersebut tidak mengandung racun. Ia mengakui pada uji coba beberapa waktu lalu ada keluhan dari petambak karena banyak ikan yang mati. Namun, kata Rachmat, kematian ikan itu akibat insangnya tersumbat lumpur, bukan karena keracunan. "Ikan-ikan itu mati karena insangnya tersumbat lumpur, bukan karena racun," katanya. Dikatakannya, para petani tambak nantinya akan diberi ganti rugi. Sementara itu Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Saifullah Yusuf menyatakan, kasus lumpur di Sidoarjo tidak sampai membuat daerah yang bertetangga dengan Surabaya itu masuk kategori daerah tertinggal. Pada bagian lain, ketika ditanya kasus kebakaran hutan, Menteri LH mengatakan, pihaknya akan menuntut perusahaan perkebunan yang melakukan pembakaran hutan. Menurut dia, penuntutan terhadap perusahaan lebih mudah karena institusinya jelas dan areal yang dibakar luas. "Kalau pelakunya petani kecil yang melakukannya untuk keperluan membuat lahan berladang maka itu bukan urusan kami. Yang kecil-kecil itu urusan bupati untuk melakukan pmbinaan," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006