Jakarta (ANTARA) - Peneliti SEAMEO RECFON sekaligus Country Lead studi Action Against Stunting Hub (AASH) Indonesia Dr Umi Fahmida mengatakan kolaborasi interdisiplin antarpemangku kepentingan berperan penting dalam penanggulangan stunting.

“Perlu adanya kolaborasi interdisiplin dalam penanganan stunting di Tanah Air,” ujar Umi dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.

Sebelumnya, tim AASH melakukan kegiatan pengembangan kapasitas yang diperuntukkan bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK), yaitu para penggerak PKK, bidan, kader BKB, juga pendamping gizi yang diselenggarakan di Lombok Timur pada Sabtu (14/9).

Baca juga: Anggota DPR harap masalah stunting teratasi demi capai Indonesia Emas

Kegiatan yang juga bagian dari pengabdian masyarakat perguruan tinggi tersebut melibatkan dosen Program Studi Magister Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Dr Umi Fahmida) dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Mataram (Dr dr Deasy Irawati) serta para mahasiswa dari kedua kampus tersebut.

Umi menilai pengembangan kapasitas yang dilakukan tersebut sangat penting dalam meningkatkan komunikasi yang efektif antar- pemangku kepentingan. Pada kegiatan tersebut peserta diajak untuk lebih mengenali diri sekaligus nilai yang dirasakan bersama (shared values) berdasarkan budaya lokal yang merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan di AASH.

Stunting, lanjut Umi, merupakan gangguan tumbuh kembang yang terjadi pada anak yang disebabkan kurangnya asupan gizi, infeksi berulang serta pengasuhan yang kurang tepat.

“Karena stunting ini multidimensi dan penyebabnya beragam, maka perlu kolaborasi interdisiplin," kata Umi.

Dengan semangat itu dilakukan penelitian AASH menggunakan konsep pendekatan anak secara menyeluruh (whole child approach), yang dilaksanakan selama periode 2019-2024 di tiga negara (India, Indonesia, Senegal) dan Lombok Timur terpilih menjadi lokasi untuk studi itu di Indonesia. Wilayah studi AASH di Lombok Timur meliputi Kecamatan Aikmel, Lenek, Sakra, dan Sikur.

Penelitian tersebut melibatkan 702 ibu hamil sejak Februari 2021. Studi kohor AASH diawali dengan rekrutmen ibu hamil saat trimester 2 pada 2021, yang dilanjutkan hingga kelahiran, sampai dengan anak berusia 24 bulan.

Studi AASH melihat pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya dari aspek gizi dan sistem pangan, namun juga secara menyeluruh meliputi kesehatan saluran cerna, sanitasi, epigenetik, lingkungan rumah, lingkungan pembelajaran, hingga tingkat stres pada ibu hamil.

Baca juga: Dokter jelaskan pentingnya beri ASI eksklusif dibanding susu formula

Baca juga: BKKBN ingatkan pemda untuk selesaikan dua siklus audit kasus stunting


Dalam studi tersebut, dilakukan asesmen pada ibu hamil dan anak berusia di bawah dua tahun dengan melibatkan bidan desa. Juga diberikan intervensi pemberian telur pada sebagian ibu hamil yang dibantu oleh tim penggerak PKK yang ada di desa.

Kabid PAUD dan Pendidikan Non Formal Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur Rasyid Ridho mengatakan tim penggerak PKK, bidan desa, dan pendamping gizi berperan penting dalam penanggulangan stunting di daerahnya.

Dalam program sarapan bagi anak PAUD misalnya, Ridho mengatakan pihaknya melibatkan PKK untuk memastikan program tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024