Seoul (ANTARA) - Pinjaman kartu kredit meningkat tajam hingga mencapai rekor tertinggi tahun ini di Korea Selatan karena bank memperketat pinjaman sehingga bisnis kecil menghadapi kesulitan keuangan di tengah lemahnya permintaan domestik, kata pejabat setempat pada Minggu (29/9).

Pinjaman yang diberikan oleh delapan perusahaan kartu kredit besar mencapai 44,67 triliun won (34,05 miliar dolar AS atau sekitar Rp514,9 triliun) selama delapan bulan pertama tahun 2024, yang sudah melampaui total jumlah pinjaman tahun 2023 sebesar 41,55 triliun won (sekitar Rp479,4 triliun), menurut data dari Layanan Pengawas Keuangan (FSS) yang dirilis oleh anggota parlemen Kang Min-Kuk dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa.

Jumlah ini juga merupakan angka tertinggi sepanjang masa untuk periode delapan bulan sejak FSS mulai mengumpulkan data tersebut pada tahun 2003.

Jumlah pinjaman kartu kredit terus meningkat selama beberapa tahun terakhir, dari 35,03 triliun won (sekitar Rp404,2 triliun) pada 2019 menjadi 37,26 triliun won (sekitar Rp 429,9 triliun) pada 2020, 38,75 triliun won ( sekitar Rp447,1 triliun) pada 2021, dan 39,66 triliun won (sekitar Rp457,6 triliun) pada 2022.

Peningkatan ini terjadi karena orang-orang yang kekurangan uang beralih ke perusahaan kartu kredit untuk meminjam uang, karena bank-bank telah menaikkan suku bunga pinjaman dan memperketat pemberian pinjaman baru-baru ini, sejalan dengan seruan pemerintah untuk secara ketat mengelola pinjaman guna mengekang melonjaknya utang rumah tangga.

Tingkat tunggakan pinjaman kartu kredit juga meningkat menjadi 3,1 persen pada akhir Agustus dari 2,4 persen pada akhir 2023.

Jumlah pinjaman yang macet juga meningkat tajam menjadi 1,37 triliun won (sekitar Rp15,8 triliun) pada akhir Agustus dari 860 miliar won (sekitar Rp9,9 triliun) pada tahun 2022 dan 983 miliar won (sekitar Rp11,3 triliun) pada tahun 2023.

"Pelaku wiraswasta dan bisnis kecil diyakini mengambil sebagian besar dari pinjaman kartu kredit ini. Mereka mengalami kesulitan terutama akibat suku bunga yang tinggi dan lemahnya permintaan domestik," kata seorang pejabat perusahaan kartu kredit.

Jumlah laporan penutupan usaha mencapai rekor tertinggi sebanyak 986.487 pada tahun lalu, dan sekitar 75 persen dari total bisnis melaporkan pendapatan bulanan kurang dari 1 juta won (sekitar Rp11,5juta) pada tahun 2022, menurut data pemerintah.

Sumber: Yonhap-OANA

Baca juga: BNI jaga likuiditas di tengah ancaman resesi global
Baca juga: BRI optimis Indonesia aman dari dampak gejolak ekonomi global
Baca juga: OJK: Kenaikan suku bunga global tingkatkan daya tarik kredit domestik

Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024