Biasanya tahunya aman dari label, sudah ada 'barcode' dan bisa dilihat asli atau tidak.
Semarang (ANTARA) - Puluhan peserta dari sejumlah daerah di Jawa Tengah (Jateng) mengikuti pelatihan dan workshop pembuatan produk kosmetik "skincare" yang aman dan mudah sebagai salah satu peluang bisnis yang menjanjikan.

Pemilik PT Analisa Tiga Saudara Sri Aryati, di Semarang, Sabtu, menjelaskan bahwa usaha "skincare" memang menjanjikan, tetapi harus memperhatikan kandungan bahan yang digunakan agar aman, termasuk perizinannya.

"Kami sosialisasi juga kalau mau membuat sebuah produk harus legal, urus merek dulu. Biasanya tahunya aman dari label, sudah ada 'barcode' dan bisa dilihat asli atau tidak," kata dia pula.

Aryati pertama kali mengembangkan bisnisnya di bidang kosmetik dengan merintis CV Aryati, dan saat ini mengembangkan perusahaan baru, yakni PT Analisa Tiga Saudara.

Kebetulan, kata dia, perusahaannya membuka peluang maklon atau sistem kerja sama dengan pelaku usaha kecil dalam dunia kosmetik, sehingga calon pengusaha akan dibantu dalam perizinan, pembuatan merek, hingga produksi skincare.

“Calon pengusaha tinggal cari 'market'. Izin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) semua kami urus. Saat ini sudah ada 40 maklon di CV Aryati dan 10 maklon di PT Analisa Tiga Saudara,” ujarnya pula.

Bahkan, pengusaha kosmetik yang bekerja sama dengannya sudah tersebar di Pulau Jawa, seperti Demak, Kudus Jepara di Jawa Tengah, kemudian Jawa Barat dan Bali.

Setelah mendapat izin, kata dia, maklon akan tetap dipantau dan dalam tiga bulan sekali memberikan laporan sebagai bentuk kontrol atas kualitas produk.

"Untuk modal usaha minimal (produksi, Red.) 300 buah krim, lalu perizinan dan lainnya sampai Rp20 juta sudah bisa punya merek sendiri dan dipasarkan sendiri. Peserta workshop itu ada 27 peserta," kata Aryati.

Konsultan industri kosmetik Antonia Winarni Rahmanika turut membeberkan cara untuk mengetahui keamanan dan legalitas sebuah produk "skincare".

"Legalitas bisa liat di BPOM ada sistem cek list (online). Jadi, cek mengenai nomer NA atau notifikasi, 'batch', kedaluwarsa, asal pabriknya. Jadi, kalau terjadi sesuai bisa komplain atau bisa ke BPOM," katanya pula.

Menurut dia, syarat kosmetik boleh beredar adalah harus memiliki nomor notifikasi dan tidak diperbolehkan mencantumkan klaim yang menyesatkan, misalnya dapat memutihkan kulit atau menyembuhkan jerawat.

"Bolehnya (ditulis, Red.) mencerahkan kulit, bukan memutihkan. Mengurangi jerawat. Klaim-klaim yang mengarah seperti obat tidak boleh," katanya lagi.

Sedangkan bahan-bahan berbahaya yang tidak boleh terkandung dalam kosmetik yang beredar, di antaranya merkuri, hidrokuinon, dan asam retinoat.

Sementara itu, Sari Dwi Rahmawati selaku peserta workshop mengaku tertarik untuk memulai bisnis kosmetik karena memang memiliki "passion" di bidang kesehatan.

"Karena suka, kebetulan 'passion' saya di bidang kesehatan. Kosmetik kan termasuk kesehatan kulit. Makanya, ingin belajar mencoba membuat produk 'skincare'. Kalau penasaran, rencana lewat sosmed (media sosial)," kata perempuan yang berprofesi sebagai bidan puskesmas di Demak itu pula.
Baca juga: Blibli kumpulkan 17.000 sampah kemasan kosmetik untuk didaur ulang
Baca juga: Raena dan Cosmax bermitra perluas jaringan bisnis di pasar kosmetik

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024