Mantan pengajar BIPA di Korea Selatan itu mengimbau para diaspora untuk menerapkan apa yang termaktub pada Trigatra Bahasa, yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing.
Tokyo (ANTARA) - Ahli Bahasa Universitas Negeri Jakarta Liliana Muliastuti mengajak para diaspora untuk melestarikan bahasa Indonesia dengan membiasakan penggunaannya di keluarga.

“Mulai dari keluarga, itu adalah rumah pertama bagi anak-anak kita. Tentu, itu akan lebih kokoh dan keluarga jadi model,” kata Liliana dalam Seminar Tahunan 2024 APPBIPA Jepang di Tokyo, Sabtu.

Dekan Fakultas Bahasa dan Seni UNJ itu menuturkan pembiasaan berbahasa Indonesia di lingkungan keluarga akan membangun sikap bahasa yang kokoh.

Sikap bahasa tersebut merupakan faktor eksternal bahasa Indonesia untuk lebih berkembang dan membuana selain faktor politik, keamanan, ekonomi, kekayaan alam dan budaya.

“Teman-teman diaspora di berbagai negara juga perlu menciptakan suasana seperti itu,” katanya.

Mantan pengajar BIPA di Korea Selatan itu mengimbau para diaspora untuk menerapkan apa yang termaktub pada Trigatra Bahasa, yakni utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing.

“Itu adalah trigatra yang menurut saya proporsional, sangat ideal. Kita jangan terlalu banyak porsinya untuk bahasa asing. Berapa persen bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing. Itu memang harus ada,” ujarnya.

Salah satu tantangan yakni yang terjadi pada keluarga kawin campur di mana istri atau suami berbahasa asing sehingga sulit mempertahankan bahasa Indonesia.

“Tetap dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia untuk yang kawin campur. Tetap melindungi anak-anak kita dengan bahasa Indonesia mudah-mudahan sebagai bahasa pertama,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, internasionalisasi bahasa Indonesia di dalam negeri wajib dilakukan karena sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Dia mengimbau agar penutur jati bahasa Indonesia harus percaya diri dalam berbahasa Indonesia dalam ajang internasional, seperti seminar.

“Kita ini sudah punya undang-undang, dikatakan seminar internasional di dalam negeri itu menggunakan bahasa Indonesia, narasumber asing silakan pakai bahasa Inggris dan boleh disediakan penerjemah,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Kepala Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) Ari Driyaningsih mengatakan untuk membentuk sikap bahasa yang kuat harus menjadi teladan terlebih dahulu.

“Daripada berbicara 1.000 kalimat, lebih baik dengan satu teladan,” katanya.

Demikian pula yang disampaikan pengajar bahasa Indonesia SRIT Asep Wijaya, kunci utama membuanakan bahasa Indonesia salah satunya adalah konsistensi.

“Konsisten. Jadi, kalau menggunakan bahasa Indonesia, fokuslah konsisten menggunakan bahasa Indonesia, begitu juga bahasa Jepang, bahasa Inggris,” katanya.

Saat ini APPBIPA memiliki 28 cabang di Indonesia dan enam cabang di luar negeri, di antaranya Jepang, Jerman, Taiwan, Thailand, Korea Selatan dan Timor Leste.

Baca juga: KBRI Tokyo kolaborasikan wastra nusantara dan kimono
Baca juga: Putri Takamado hadiri pameran Indonesia di Tokyo Fuji Art Museum


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024