Jakarta (ANTARA) - Hasil analisis dari Badan Geologi Kementerian ESDM menegaskan prakiraan keberadaan aktivitas galian tambang ilegal dapat meningkatkan potensi tanah longsor susulan yang lebih besar di Nagari Sungai Abu, Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Petugas Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Guntur D. Santoso, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, menjelaskan bahwa eks areal tambang di Nagari (Desa) Sungai Abu yang menjadi lokasi bencana merupakan kawasan perbukitan bergelombang dengan kemiringan lereng curam pada ketinggian 685 meter di atas permukaan laut.

Pengamatan menggunakan peta zona kerentanan gerakan tanah Badan Geologi di Sumatera Barat mendapati bahwa lokasi bencana tersebut termasuk ke dalam zona atau daerah dengan tingkat untuk terkena gerakan tanahnya rendah-sedang.

Tim Badan Geologi mencatat proporsi kejadian gerakan tanah di Nagari Sungai Abu itu lebih besar dari 15 persen sampai dengan 30 persen dari total populasi kejadian.

Namun Guntur mengatakan bahwa karena hilangnya lapisan tanah oleh aktivitas eksplorasi manusia telah mengakibatkan penurunan daya kohesi tanah dan peningkatan erosi.

Ia menambahkan, kondisi tanah di area itu akan semakin buruk ketika hujan sehingga longsor lebih mudah terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, dan lereng curam yang mengalami gangguan.

"Gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif kembali (susulan) jika dipicu oleh curah hujan tinggi," ujarnya.
 
Peta wilayah terjadinya pergerakan tanah/longsor di lokasi perkiraan longsor tambang ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, Kamis (26/9/2024). ANTARA/HO-Badan Geologi



Selain itu, ia pun menjabarkan bahwa tambang ilegal tidak memiliki sistem drainase yang baik dan mengakibatkan air hujan akan terkumpul meresap di area galian dan lereng tambang hingga menyebabkan pelarutan partikel tanah yang mempercepat proses erosi dan longsor.

Pusat Pengendalian Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya dilaporkan ada sebanyak 15 orang meninggal dunia, tujuh hilang dalam pencarian, dan tiga luka berat dalam peristiwa tanah longsor di Nagari Sungai Abu, Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Kamis (26/9) sore. Proses evakuasi korban yang masih berlangsung sampai hari ini dihadapkan dengan tantangan cuaca dan medan yang sulit dijangkau.

Evaluasi atas dampak yang ditimbulkan atas peristiwa tersebut, Badan Geologi mengharuskan daerah bekas tambang ilegal untuk segera direhabilitasi dengan menanami kembali vegetasi yang sesuai sehingga dapat mengembalikan fungsi lahan sebagai penahan air dan tanah.

​​​​Pihaknya menilai reklamasi lahan dengan teknik penghijauan serta pengembalian kondisi tanah yang stabil adalah langkah penting dalam pemulihan lingkungan. Warga yang beraktivitas di sekitar lokasi bencana diminta meningkatkan kewaspadaan atau dapat diungsikan sementara ke tempat yang lebih aman.

Badan Geologi selanjutnya juga menegaskan perlu dilakukan perkuatan pengawasan terhadap tambang ilegal disertai dengan pengaturan dan pemberian izin yang lebih ketat terhadap tambang legal.

Menurut dia, hal tersebut sangat penting untuk dapat mengurangi aktivitas tambang yang merusak lingkungan sekaligus mencegah terjadinya dampak bencana yang merugikan dan korban jiwa.

Baca juga: Basarnas lanjutkan pencarian dua korban tertimbun longsor tambang emas
Baca juga: Tim gabungan estafet evakuasi korban tambang emas longsor di Solok

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024