Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrat, mulai pasang ancang-ancang untuk memainkan peran kunci dalam menghadapi usulan interpelasi terhadap kebijakan impor maupun stok beras nasional.
"Fraksi kami optimistis, interpelasi yang kami usulkan ini bisa terlaksana. Kami sudah minta secara resmi melalui rapat paripurna hari ini untuk mengagendakan kegiatan angket itu. Dan nyatanya sudah diagendakan pada tanggal 17 (Oktober) nanti," kata Sekrataris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Jacobus Mayongpadang, di Gedung Nusantara I, Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Secara terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG), Yahya Zaini, menyatakan, pihaknya secara resmi belum menyatakan sikap atas usulan angket untuk adanya interpelasi terhadap masalah stok serta impor beras.
"Fraksi kami akan mengkaji usul tersebut, apakah materi dasarnya sudah bisa diterima atau tidak untuk dilanjutkan pada langkah-langkah berikutnya sesuai tata aturan dewan," kata Yahya Zaini.
Hal yang sama juga dinyatakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), Boy WW Saul. "FPD belum menentukan sikap, karena itu belum matang. Kan lebih dulu mesti ada 16 tandatangan dari anggota, baru hak angket itu dibawa ke forum lebih tinggi, yakni ke pimpinan DPR, kemudian ke Bamus," kata Boy Saul.
Ditambahkan Boy Saul, sesudah proses di Bamus, akan dibicarakan lagi, apakah bisa diteruskan atau tidak. "Sesudah itu dikembalikan lagi ke paripurna untuk divoting. Di sini baru kami mengambil sikap konkret," kata Boy Saul.
Terhadap sikap fraksi-fraksi lain, Jacobus Mayongpadang, menyatakan, apa yang diusulkan FPDI Perjuangan mengenai pelaksanaan hak angket untuk memungkinkan terjadinya interpelasi terhadap kebijakan impor beras, sebenarnya telah banyak mendapat dukungan.
"Pokoknya, kami akan terus menggalang kekuatan, baik secara institusi maupun per individu," tegas Jacobus Mayongpadang.
Menghadapi sikap ini, Yahya Zaini dengan nada diplomatis mengatakan, untuk menyelamatkan konsumen dari harga bahan pokok yang tinggi, semuanya bisa saja terjadi.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006