Saya tidak pernah serahkan (uang) ke Pak Menlu.
Jakarta (ANTARA News) - Uang jatah sebesar Rp40 juta per konferensi internasional yang awalnya diperuntukkan bagi mantan Menteri Luar Negeri Hasan Wirjauda disebut untuk membebaskan sandera warga negara Indonesia di Filipina.
"Saya tidak pernah serahkan (uang) ke Pak Menlu. Saya hanya lapor ke Sekjen Pak Sudjanan dan beliau mengatakan dititipkan di tempat saya dan selanjutnya uang dipakai atas perintah Pak Sudjanan, ditransfer untuk membebaskan sandera di Filipina," kata mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Biro Keuangan, I Gusti Putu Adnyana, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Putu menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan 12 kegiatan pertemuan dan sidang internasional di Deplu dengan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Sudjadnan Parnohadiningrat. Mantan Menlu Hasan juga menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Padahal menurut jaksa, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Putu mengaku bahwa uang tersebut diberikan untuk Menlu Hasan Wirajuda.
"Dalam BAP Anda mengatakan uang dititipkan ke sekjen untuk diberikan ke menlu?" tanya jaksa.
"Itu alokasi yang waktu saya lapor ke sekjen, beliau katakan titipkan di tempat saya saja di tempat bendaharawan, lalu atas perintah beliau uang harus ditransfer untuk sandera di Filipina; yang di situ (BAP), saya salah, saya tidak pernah bilang dititipkan," jawab Putu.
Padahal dalam dakwaan, Hasan disebut mendapatkan uang Rp440 juta dari 11 konferensi karena ada uang Rp40 juta per konferensi yang disisihkan untuk Hasan.
"Sebenarnya yang terjadi pada waktu itu adalah setiap kali sidang dialokasikan, disisihkan Rp40 juta, kalau tidak salah ada 11 kegiatan. Pak Sekjen pada waktu itu hanya mengatakan ini alokasi dana untuk keperluan Pak Menlu dan Pak Sekjen tapi akhirnya tidak jadi diserahkan. Jadi saya hanya laporkan ke Pak Sekjen tapi tidak pernah diterima oleh Pak Hasan " ungkap Putu.
Putu mengaku pengalokasian itu punya tanda terima, hanya saja saat renovasi gedung Deplu, tanda terima itu hilang.
Dalam perkara ini, Sudjanan didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp11 miliar dari 12 konferensi internasional karena melakukan penunjukan langsung professional convention organizer (PCO) tanpa melalui prosedur penunjukan yang semestinya maupun melaksanakan sendiri tanpa melalui prosedur swakelola yang semestinya dengan laporan pertanggungjawaban kegiatan seolah-olah menggunakan PCO.
Atas perbuatannya tersebut, Sudjanan didakwa berdasarkanpasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
(D017)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014