Jakarta (ANTARA) - Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) mengingatkan masalah tengkes atau stunting masih menjadi momok bagi kesehatan anak di Indonesia sehingga harus menjadi perhatian semua pihak guna melahirkan generasi emas Indonesia.
Dalam Hari Anak KAJ, Sekjen KAJ Pastor Adi Prasojo menyebutkan kasus tengkes di Indonesia masih berada di kisaran 21,6 persen, dan tercatat di peringkat 27 dari 154 negara-negara dengan kasus tengkes tertinggi di dunia. Oleh karena itu, ia mengatakan kesehatan anak Indonesia menjadi salah satu fokus perhatian pada Hari Anak KAJ.
Baca juga: KAJ teladani kepedulian Paus Fransiskus terhadap kepentingan anak
Ia menjelaskan sekitar 5,6 juta anak Indonesia saat ini berisiko tengkes. Artinya, mereka terancam mengalami gangguan kognitif dan motorik, rentan terhadap berbagai penyakit, dan tidak mampu berkembang normal ke depan. Kondisi yang demikian jelas menurunkan kemampuan generasi masa depan bangsa.
Adi menambahkan bahwa kepedulian terhadap masyarakat yang tersingkir dan terabaikan, tak terkecuali anak-anak telah lama berakar dalam kesadaran universal Gereja Katolik. Akan tetapi, kepedulian yang sama tersebut harus terus menerus digaungkan agar semakin banyak pihak terketuk untuk menghadirkan dunia yang lebih baik, setara, dan inklusif.
Baca juga: Menkes sebut tengkes harusnya dicegah bukan diobati
Seperti diketahui, Hari Anak KAJ 2024 akan berlangsung pada 5 Oktober 2024 di Ciputra Artpreneur, Jakarta. Sekitar 1.000 anak akan terlibat dalam gelaran acara tersebut yang mengambil tema utama "Anak Indonesia Sehat, Bersahabat, dan Menjadi Berkat".
Hari Anak KAJ terinspirasi dari World Children’s Day (WCD) yang digagas pertama kali oleh Paus Fransiskus pada 22 Mei lalu di Vatikan. Kedua acara tersebut bakal didukung penuh oleh 5P Kids, inisiatif global yang fokus pada masa depan anak yang diinisiasi oleh 5P Global Movement.
Baca juga: Warga diajak olah pangan lokal untuk cegah tengkes
Setiap nilai dalam 5P, yaitu dunia yang damai, sejahtera, yang diusahakan bersama-sama dalam kolaborasi yang inklusif selalu menempatkan anak-anak sebagai penerima manfaat. Hal ini bertentangan dengan kondisi global saat ini, yang dirundung berbagai konflik, ancaman kekeringan karena pemanasan global, dan kekerasan dalam berbagai bentuk.
“Dalam konteks Indonesia, kita ingin agar anak-anak ini menjadi angkatan bonus demografi yang bisa mengantar Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Kita harus menghadirkan anak-anak yang sehat, inklusif, dan peka terhadap persoalan bangsa,” ujar Arsjad.
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024