Indonesia kaya dengan berbagai sumber daya alam, sawit, karet, kakao, dan yang lain ini sudah banyak diolah
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Leonardo AA Teguh Sambodo mengatakan pihaknya akan meluncurkan Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045.

Pihaknya disebut telah bersepakat dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Investasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI), hingga Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) untuk mendorong hilirisasi kelapa.

“Di hari Senin (30/9), kami meluncurkan Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045, mengambil momentum bahwa pemerintahan yang baru nanti terus melanjutkan hilirisasi,” ujarnya dalam Media Briefing Peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045 di Jakarta, Jumat.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, salah satu yang dijadikan motor penggerak perekonomian adalah hilirisasi melalui industri.

Salah satu komoditas yang akan dikembangkan dari berbagai kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia adalah kelapa.

“Indonesia kaya dengan berbagai sumber daya alam, sawit, karet, kakao, dan yang lain ini sudah banyak diolah. Salah satu raksasa tidur yang sebenarnya sekarang ingin dibangunkan adalah kelapa,” ucap dia.

Saat ini, Indonesia menduduki posisi kedua (kalah dari Filipina per tahun 2020) di dunia sebagai negara terbesar penghasil kelapa dalam hal luasan (3,7 hektar/ha), volume produksi (1,12 ton per ha), serta total ekspor kelapa dan turunnya (kalah dalam nilai maupun ragam).

Catatan lainnya ialah produktivitas kelapa di Tanah Air stagnan di angka 1,1 ton per ha, 98,95 persen kebun rakyat tradisional tanpa pengorganisasian dan regenerasi, sebanyak 378.191 ribu ha tanaman tak menghasilkan (tua/rusak) dengan kemampuan replanting 6-10 ribu ha per tahun, lalu 756,98 juta kelapa bulat masih diekspor dengan pajak ekspor 0 persen.

Selanjutnya yaitu 52,34 persen pemanfaatan kelapa dalam bentuk kopra untuk diolah menjadi minyak kelapa, ada 3,68 juta ton air kelapa dibuang yang diperkirakan menghilangkan potensi sebesar 5,25 miliar dolar Amerika Serikat (AS), serta potensi nilai ekonomi dari sabut maupun tempurung kelapa yang terbuang/belum dimanfaatkan masing-masing sebesar 320 juta dolar AS dan 373 juta dolar AS.

“Kapasitas produksi benih kelapa kita baru 1 juta. Potensinya bisa 9 juta, tapi ternyata kebutuhannya 41 juta. Jadi jauh sekali antara kemampuan dan juga untuk produksi benih,” ungkap Teguh.

Di sisi lain, ada berbagai peluang untuk mengembangkan hilirisasi kelapa yang telah menjadi amanat RPJPN 2025-2045, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.

Beberapa di antaranya adalah pasar global kelapa diperkirakan tumbuh 7,05 persen hingga tahun 2029 dengan permintaan terbesar dari Eropa, AS, serta China untuk produk makanan dan minuman, kosmetik, kesehatan, hingga tekstil.

Selain itu juga Indonesia menguasai pasar gula kelapa dan briket shisha terbesar di dunia, potensi pasar dalam negeri sangat besar, adanya 278 industri pengolahan (83 persen di Jawa dan Sumatera), kemajuan riset dan inovasi produk masa depan yang multi manfaat (seperti karbon aktif, nano selulosa, hingga Medium Chain Triglyceride/MCT atau asam lemak pada minyak kelapa), dan potensi pendanaan hilirisasi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Teguh menyampaikan bahwa seluruh kandungan kelapa dapat dimanfaatkan dan memiliki banyak turunan, mulai dari daging, air, tempurung, sabut, dan nira. Diversifikasi produk turunan kelapa yang bisa dikembangkan antara lain kertas selulosa nata de coco, rangka speaker, biocoating, rompi anti peluru, bioleather dari nata de coco, bahan baku biofuel, hingga palet briket.

Industri sebenarnya siap, tapi karena ada resiko bahan baku pasokannya kurang, sehingga utilisasi industri saat ini baru 45-55 persen. Ke depan, industri yang sekarang naik jadi 85 persen (pada tahun 2045).

Baca juga: Menperin pacu nilai tambah kelapa sawit lewat teknologi dan kolaborasi
Baca juga: Menperin: Perpres pengelolaan kelapa dan kakao percepat hilirisasi


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024