Beijing (ANTARA) - China meminta agar Jepang tidak mengirim kapal militer melintasi Selat Taiwan demi menjaga kesepakatan prinsip "Satu China".
"Kami mendesak Jepang untuk menghormati komitmennya dan bertindak bijaksana terkait masalah Taiwan, serta menahan diri dari menyebabkan gangguan pada hubungannya dengan China maupun perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, pada Kamis (26/9).
Militer Jepang diketahui menggunakan kapal perusak JS Sazanami melintasi perairan Selat Taiwan pada Rabu (25/9) dan menghabiskan waktu lebih dari 10 jam berlayar ke selatan untuk menyelesaikan perlintasan.
Pelayaran yang dilakukan bersama dengan kapal-kapal angkatan laut dari Australia dan Selandia Baru itu disebut untuk pertama kali terjadi sejak Perang Dunia II.
"Masalah Taiwan menyangkut kedaulatan dan integritas teritorial China. Ini merupakan landasan politik hubungan China-Jepang dan garis merah yang tidak boleh dilanggar," tambah Lin Jian.
Militer China, kata Lin Jian, telah menangani sesuai dengan hukum dan peraturan masuknya kapal milik Pasukan Bela Diri Maritim Jepang ke Selat Taiwan.
"China sangat waspada terhadap niat politik Jepang di balik tindakan ini dan telah mengajukan protes kepada pihak Jepang," ungkap Lin Jian.
Lin Jian mengatakan Jepang membuat komitmen yang jelas mengenai hal ini dalam Pernyataan Bersama China-Jepang tahun 1972, yang menyatakan, "Pemerintah Jepang mengakui Pemerintah Republik Rakyat China (PRC) sebagai satu-satunya pemerintah China yang sah. PRC menegaskan kembali bahwa Taiwan merupakan bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayah Republik Rakyat China. Pemerintah Jepang sepenuhnya memahami dan menghormati posisi PRC ini, dan dengan tegas mempertahankan posisinya berdasarkan Pasal 8 Proklamasi Potsdam."
Kapal milik Angkatan Laut Australia (RAN) berpeluru kendali HMAS Sydney (DDG 42) dan kapal perbekalan HMNZS Endeaveour (A11) dari Angkatan Laut Selandia Baru (RNZN) juga melintasi Selat Taiwan mulai pukul 14.00 waktu setempat. Pelayaran kapal milik AL Selandia Baru itu adalah yang pertama sejak 17 tahun di Selat Taiwan.
Sedangkan China pada Rabu (25/9) juga menyampaikan telah berhasil melakukan peluncuran langka rudal balistik antarbenua (intercontinental ballistic atau ICBM missile) ke Samudra Pasifik.
Peluncuran tersebut diperkirakan menjadi yang pertama dilakukan dalam beberapa dekade terakhir.
Kementerian Pertahanan China dalam pernyataan tertulisnya menyebut Pasukan Roket militer China "telah meluncurkan sebuah ICBM... yang membawa hulu ledak tiruan ke laut lepas di Samudra Pasifik, tanggal 25 September, pukul 08.44 waktu setempat". Rudal tersebut terjatuh ke wilayah laut yang diperkirakan,"
Peluncuran rudal antarbenua itu memicu protes dari negara-negara lainnya di kawasan tersebut termasuk Jepang dengan mengatakan "tidak menerima pemberitahuan sebelumnya dari pihak China" dan menambahkan peningkatan aktivitas militer Beijing di kawasan merupakan "kekhawatiran serius".
Namun Lin Jian membantah tidak memberitahukan Jepang.
"Peluncuran uji coba tersebut merupakan pengaturan rutin dalam rencana pelatihan tahunan kami. Hal ini sejalan dengan hukum internasional dan praktik internasional serta tidak ditujukan terhadap negara atau target mana pun. Kami telah memberi tahu negara-negara terkait sebelumnya," kata Lin Jian.
Selain itu, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan, pada Kamis (26/9), ada 43 pesawat tempur China dan delapan kapal perang China terdeteksi berada di dekat Taiwan dalam 24 jam terakhir.
Baca juga: China tidak akan izinkan siapa pun bawa konflik ke Asia-Pasifik
Baca juga: Jepang mengaku tidak terima pemberitahuan soal peluncuran rudal China
Baca juga: Jepang inginkan kolaborasi untuk jaga keamanan di kawasan
Baca juga: China: Uji coba rudal balistik antar benua sepenuhnya sah
Baca juga: Menlu RI minta China jaga perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024