Jadi bekerja paruh waktu di kampus itu bukanlah kewajiban mahasiswa penerima beasiswa, tugas mereka adalah belajar di kampus, bukan bekerja.
Jakarta (ANTARA) - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengatakan kewajiban mahasiswa penerima beasiswa uang kuliah tunggal atau UKT untuk bekerja secara paruh waktu di kampus merupakan bentuk komersialisasi pendidikan tinggi.

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, kewajiban yang termaktub dalam Peraturan Rektor ITB Nomor 316/ITl.NPER/2022 tentang Kemahasiswaan ITB, tepatnya di pasal 5 ayat 4 c dan d tersebut kian memperjelas orientasi kampus yang memang mengarah ke komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.

Bahkan, berangkat dari kasus kewajiban kerja paruh waktu di ITB, ia menilai praktik komersialisasi di pendidikan tinggi ternyata juga dimeriahkan dengan legalisasi perbudakan mahasiswa di kampus.

Oleh karena itu, pihaknya menolak kebijakan itu karena tiga alasan. Pertama, beasiswa adalah hak yang harus diperoleh mahasiswa, khususnya bagi mereka yang mempunyai keterbatasan ekonomi. Bukan sebaliknya, beasiswa bukanlah program kemurahan hati pemerintah/kampus negeri, lalu mahasiswa diwajibkan untuk melakukan tindakan balas budi dengan bersedia bekerja paruh waktu di kampus.

Baca juga: Bey tanggapi soal wajib kerja paruh waktu penerima beasiswa UKT ITB
Baca juga: Bebas UKT hingga keringanan diberikan bagi mahasiswa UIN Ar-Raniry


“UUD 1945 pasal 31 dan 34 jelas mewajibkan pemerintah untuk menyediakan pembiayaan pendidikan dan juga bertanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat, khususnya di kalangan ekonomi lemah. Oleh karena itu, beasiswa adalah hak mahasiswa dan kewajiban konstitusional yang harus ditunaikan oleh pemerintah,” kata Ubaid.

Kedua, kampus negeri, seperti ITB, adalah perpanjangan tangan dari layanan pemerintah di pendidikan tinggi. Untuk itu, beban pembiayaan kampus mestinya dibebankan pada APBN, bukan malah dibebankan kepada masyarakat.

Dengan anggaran pendidikan yang fantastis mencapai Rp665 triliun di tahun 2024 dan naik menjadi Rp722 triliun di 2025, kuliah tanpa dipungut biaya di PTN, sangat mungkin di lakukan.

“Kuliah menjadi mahal karena investasi pemerintah terhadap urusan pendidikan tinggi masih sangat minim, karena itu biaya kuliah mahal. Ini tidak hanya sebatas stigma tapi memang nyata benar adanya,” imbuhnya.

Ketiga, kewajiban bekerja tanpa ada upah adalah jenis perbudakan modern yang harus diwaspadai. Ini bukan kasus kali pertama yang muncul di lingkungan kampus.

Ia mengingatkan program kampus merdeka dalam beberapa tahun terakhir telah menyulut protes karena adanya kasus-kasus dugaan praktik perdagangan manusia berkedok mahasiswa magang, baik di dalam maupun luar negeri.

“Jadi bekerja paruh waktu di kampus itu bukanlah kewajiban mahasiswa penerima beasiswa, tugas mereka adalah belajar di kampus, bukan bekerja. Justru pemberian beasiswa ini adalah kewajiban konstitusional yang harus ditunaikan oleh pemerintah (pengelola kampus negeri) kepada mahasiswa,” tegas Ubaid.

Baca juga: UI ikuti pameran pendidikan, beri informasi UKT hingga beasiswa
Baca juga: AFPI nilai ada kekeliruan paradigma soal isu bayar UKT lewat Danacita


Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024