Indonesia merupakan negara yang sangat besar, ekonominya besar dan terus bertumbuh....
Jakarta (ANTARA) -
Koordinator Pengembangan Kapasitas (Capacity Building Coordinator) di United Nations Environment Programme Finance Initiative (UNEP FI) Gabor Gyura mengatakan perjalanan mitigasi iklim, upaya keberlanjutan dan sistem keuangan di Indonesia, akan berdampak pada kepentingan global dalam mitigasi perubahan iklim.
 
“Indonesia merupakan negara yang sangat besar, ekonominya besar dan terus bertumbuh, jadi apa pun sistem keuangan yang dijalankan, keberlanjutan dan juga usaha terkait perubahan iklim jelas sekali ini memiliki kepentingan yang sangat global dan penting,” kata Gabor dalam Webinar Understanding The Climate Landscape for Financial Institutions, di Jakarta, Kamis.
 
Dalam webinar yang diselenggarakan OJK Institute dan UNEP FI itu, Gabor menuturkan sektor keuangan di Indonesia memainkan peran penting dalam transisi hijau dan dapat memanfaatkan banyak sumber daya di dalam maupun di luar negeri untuk mendukung perjalanan mitigasi iklim dan komitmen atau Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dalam Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.
 
Selain itu, ia mendorong perbankan menetapkan target mitigasi iklim sesuai dengan rekomendasi Prinsip-prinsip Perbankan Bertanggung Jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UN Principles for Responsible Banking (PRB) dan membuat skenario iklim sejalan dengan Perjanjian Paris.
 
Hal itu bertujuan untuk memaksimalkan dampak positif atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan atau masyarakat, mengurangi risiko transisi terkait iklim, dan menetapkan jalur emisi nol bersih yang kredibel.
 
Prinsip-prinsip tersebut merupakan kerangka kerja perbankan berkelanjutan. Melalui prinsip-prinsip tersebut, bank mengambil tindakan untuk menyelaraskan strategi inti, pengambilan keputusan, pinjaman, dan investasi mereka dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, dan perjanjian internasional seperti Perjanjian Iklim Paris.
 
Koordinator Mitigasi Iklim dan Net Zero untuk Kawasan Asia dan Pasifik (Climate Mitigation and Net Zero Coordinator for APAC Region) di UNEP FI Carlota Gomez Tapia menuturkan perbankan di Indonesia perlu menetapkan target mitigasi iklim selaras dengan Perjanjian Paris dan terus mendukung Indonesia mencapai NDC untuk target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
 
Perbankan dapat mengadopsi Climate Mitigation Journey (CMJ) UNEP FI, yang merupakan panduan bagi bank yang menguraikan kapabilitas bisnis yang perlu dibangun dan dikembangkan selama bertahun-tahun mendatang, karena ingin menyelaraskan diri dengan tujuan Perjanjian Paris yaitu pemanasan global 1,5 derajat Celsius dan emisi nol bersih, sebagai bagian dari komitmen mereka di bawah PRB dan/atau Net Zero Banking Alliance (NZBA).
 
Dipimpin oleh Bank Dunia dan dibentuk oleh PBB, Net Zero Banking Alliance merupakan kelompok bank global terkemuka yang berkomitmen untuk menyelaraskan kegiatan peminjaman, investasi, dan pasar modal mereka dengan emisi gas rumah kaca nol bersih pada 2050.
 
Menurut dia, kerangka strategi emisi nol bersih CMJ dapat diadopsi untuk lembaga keuangan secara lebih luas.
 
Pada kesempatan yang sama, Vice President di Bank Shinhan yang berbasis di Korea Selatan Josh Yoon mengatakan untuk menyukseskan perjalanan mitigasi iklim diperlukan kerja sama dan sinergi semua pemangku kepentingan baik dalam negeri maupun lintas batas dan institusi, termasuk pemerintah, institusi keuangan, industri dan swasta.
 
Institusi keuangan di Indonesia dapat bekerja sama dengan institusi keuangan di kawasan, karena sama-sama menghadapi tantangan iklim dan menjalani perjalanan mitigasi iklim.
 
Ia juga mengatakan pemerintah adalah kunci untuk memobilisasi keuangan hijau. Keberpihakan dan berbagai dukungan pemerintah seperti memberikan insentif dan subsidi pada keuangan hijau akan mempercepat transisi hijau. Selain itu, ke depan keuangan hijau perlu diperluas ke usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mendukung upaya mitigasi iklim.

Sebelumnya, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aman Santosa menyebut, OJK terus merumuskan berbagai kebijakan untuk mengembangkan sektor keuangan hijau.

Langkah ini untuk melengkapi kebijakan OJK sebelumnya yang telah merumuskan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II 2021-2025 yang berfokus pada pengembangan penawaran dan permintaan.

OJK juga memberikan insentif baik kepada konsumen maupun institusi keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank, untuk mengembangkan keuangan hijau.
 
Insentif tersebut antara lain berupa penurunan bobot risiko kredit (ATMR) perbankan, diskon 50 persen untuk tarif pencatatan tahunan green bond oleh Bursa Efek Indonesia, dan relaksasi 50 persen untuk bobot risiko bagi perusahaan penyalur pembiayaan.
 
Sebagai dukungan terhadap pengembangan ekonomi hijau, OJK telah menerbitkan buku Taksonomi Hijau Indonesia (Indonesia Green Taxonomy) yang diluncurkan pada 2022 dan menjadikan Indonesia salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional untuk ekonomi hijau, di samping Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN.
Baca juga: UNEP ajak semua pihak restorasi kawasan danau pada World Water Forum
Baca juga: UNEP peringatkan aksi iklim global telah gagal hentikan deforestasi

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024