Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berharap komitmen pemerintah terhadap pencegahan praktik pemotongan dan pelukaan genital perempuan (P2GP) dapat dikuatkan melalui penerbitan peraturan presiden (perpres).

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA Eni Widiyanti mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan peta jalan (roadmap) dan rencana aksi pencegahan P2GP 2020-2030. Namun, peta jalan tersebut hingga saat ini belum dikuatkan oleh pemerintah melalui peraturan apapun, baik peraturan menteri (permen) maupun perpres.

“Dengan tidak adanya penetapan itu (permen atau perpres), kita merasa komitmen dari stakeholder yang seharusnya ikut memperkuat pencegahan P2GP ini kemudian menjadi lemah. Kalau di-perpres-kan, dengan perpres itu, artinya kan perintah presiden dan langsung komitmennya kita yakini akan lebih kuat,” kata Eni di Jakarta, Kamis.

Oleh sebab itu, jelas Eni, KemenPPPA yang didukung oleh United Nations Population Fund (UNFPA) pada Kamis menyelenggarakan Pertemuan Nasional IV Stakeholder Kunci (Pemangku Kepentingan) Pencegahan P2GP (FGM/C) di Indonesia. Hasil dari pertemuan tersebut membuahkan berbagai rekomendasi, termasuk rekomendasi kebijakan, yang akan disampaikan pada pertemuan tingkat tinggi (high level meeting) pada 30 September mendatang.

Belum lama ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Pasal 102 huruf “a” dalam PP tersebut menyatakan bahwa penghapusan praktik sunat perempuan merupakan bagian dari upaya penyelenggaraan kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.

Dengan adanya PP tersebut, Eni mengatakan bahwa saat ini pemerintah memiliki pijakan yang pasti mengenai pencegahan P2GP. Ia memandang PP yang memuat frasa penghapusan praktik sunat perempuan itu merupakan suatu langkah kemajuan advokasi kebijakan. Ia mengatakan, advokasi kebijakan ini menjadi salah satu dari strategi yang didorong KemenPPPA di dalam pengimplementasian peta jalan P2GP.

“Ini (PP No. 28 Tahun 2024 yang memuat frasa penghapusan praktik sunat perempuan) sudah sangat progresif. Kami juga menantikan turunan dari PP ini, kami mengharapkan ada sanksi konkret dari pelaksanaan P2GP,” kata dia.

Hasil dari Pertemuan Nasional IV Stakeholder Kunci Pencegahan P2GP membuahkan beberapa catatan. Selain rekomendasi penguatan pencegahan P2GP lewat perpres, peta jalan P2GP 2020-2030 dinilai perlu direvisi.

Eni memandang, peta jalan tersebut juga perlu memasukkan keterlibatan peran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk mencegah praktik P2GP.

Catatan lain dari pertemuan tersebut yaitu komitmen untuk menghapus segala bentuk P2GP atau sunat perempuan, baik P2GP dengan pelukaan, P2GP yang dilakukan secara simbolis, maupun female genital mutilation/cutting (FGM/C) yang didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Karena P2GP dengan hanya simbolis saja itu sudah merupakan manifestasi dari kekerasan terhadap perempuan dan merendahkan martabat perempuan dan juga mengontrol tubuh perempuan,” kata Eni.

Selain itu, Pertemuan Nasional IV Stakeholder Kunci Pencegahan P2GP juga menggarisbawahi perlunya melengkapi data kuantitatif terkait praktik P2GP dengan penelitian-penelitian kualitatif yang selama ini telah dilakukan oleh masyarakat sipil. Data kuantitatif dan kualitatif terkait praktik P2GP yang dikumpulkan nantinya diharapkan dapat disebarluaskan secara masif.

Baca juga: KemenPPPA: Penghapusan P2GP masih hadapi tantangan dari sisi agama
Baca juga: UNFPA: Sunat perempuan bisa hambat terwujudnya kesetaraan gender


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024