Surabaya (ANTARA News) - Membanjirnya tekstil dan produk tekstil impor di dalam negeri, membuat penjualan produk tekstil lokal yang diharapkan naik pada Bulan Ramadhan, sulit terwujud.Sejumlah pedagang pakaian jadi di Darmo Trade Center (DTC) atau Pasar Wonokromo dan Pasarturi, Surabaya, Selasa, mengemukakan, penjualan pada bulan puasa kali ini relatif sepi dibanding tahun-tahun lalu akibat membanjirnya produk impor. Menurut para pedagang, produk lokal kini mendapat saingan berat produk impor, sebab kualitas maupun harga produk tekstil impor sangat bersaing. Beratnya persaingan tekstil dalam negeri dengan produk impor yang membanjir itu diakui Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jatim, Sudarmaji, bahwa pada bulan puasa menjelang lebaran kali ini pengusaha hanya menghabiskan stok. Pengusaha tekstil saat ini hanya berusaha mempertahankan bisnis meskipun harus merugi. Bahkan, sejak dua tahun lalu para pengusaha tekstil sudah mulai mengurangi produksi hingga 15 persen akibat pasar jenuh dan banjirnya produk impor. Diperkirakan 50 persen pasar kini sudah dipenuhi produk impor. Karena itu, ia sangat menyayangkan sikap pihak yang berwenang karena tidak tegas dalam membatasi atau menindak importir tekstil maupun produk tekstil. Mereka dinilai hanya janji-janji belaka. Dengan konsisi yang demikian itu, pengusaha tekstil di Jatim kemungkinan akan melakukan hal yang sama dengan pengusaha sejenis di Jateng dan Jabar untuk kembali menjadi pedagang. "Mereka menjalankan usaha impor pakaian jadi dan dijual kembali di Indonesia. Atau produk lokal untuk pasar lokal. Pengusaha Jatim melihat ke arah sana seperti halnya yang dilakukan pengusaha-pengusaha tersebut," kata Sudarmaji. Bahkan, dengan lesunya industri dan pasar tekstil saat ini, empat dari 21 anggota API Jatim sudah menutup usahanya. Sementara sisanya, harus melakukan penghematan besar-besaran pada penggunaan Bahan Bakar Minyak dengan mengganti batu bara dan gas.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006