Jakarta (ANTARA) - Wakaf yang dikenal luas di Indonesia umumnya adalah wakaf tanah dan wakaf uang. Wakaf tanah dan uang sering kali digunakan untuk membangun fasilitas sosial seperti masjid, sekolah dan pemakaman.

Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi dan investasi muncul bentuk wakaf baru yaitu wakaf saham. Wakaf saham merupakan salah satu jenis wakaf produktif di pasar modal dan termasuk dalam aset bergerak.

Wakaf pada dasarnya merupakan salah satu bentuk sedekah jariyah, di mana seseorang menyumbangkan sebagian hartanya untuk dimanfaatkan demi kepentingan atau kesejahteraan masyarakat luas.

Dalam Islam, penggunaan harta bergerak untuk wakaf memicu pro-kontra. Mazhab Hanafi menolak wakaf harta bergerak, termasuk saham dengan alasan harta tersebut tidak memiliki sifat kekal.

Namun, Mazhab Syafi'i, Hambali, dan Maliki memperbolehkan, dengan dasar bahwa kekekalan wakaf tidak harus dari zatnya melainkan dari manfaatnya.

Apakah saham dapat diwakafkan?

Menurut hukum Islam, saham dapat diwakafkan dengan beberapa syarat:
  • Diperbolehkan oleh MUI dengan syarat bahwa saham yang diwakafkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak di usaha yang halal.
  • Pendapat Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali juga memperbolehkan wakaf saham, dengan syarat diqiyaskan (dianalogikan) pada hukum wakaf benda bergerak dan memenuhi kriteria syariah serta memiliki manfaat yang berkelanjutan.

Wakaf Saham dalam Syariat Islam

Untuk lebih jelas, aturan syariah mengenai wakaf saham adalah sebagai berikut:

1. Saham syariah

Syarat utama untuk wakaf saham adalah saham tersebut harus memenuhi prinsip syariah. Saham syariah adalah saham dari perusahaan yang kegiatan, produk, dan akadnya sesuai dengan syariah. Saham ini tidak boleh memiliki hak-hak istimewa, seperti saham preferen atau golden shares. Aturan ini sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2002.

Dalam Islam, saham dianggap tidak bertentangan dengan syariah karena merupakan bentuk penyertaan modal yang mendapatkan bagi hasil atau dividen. Model ini dianggap sesuai dengan akad musyarakah atau syirkah.

2. Jelas objek dan nilainya

Sebelum saham diwakafkan, objek dan nilainya harus jelas. Jumlah saham, nilai saham, dan status wakaf harus dijelaskan, apakah yang diwakafkan adalah saham itu sendiri atau manfaat dari saham tersebut.

3. Wakaf adalah milik mustahik

Setelah diwakafkan, saham tersebut menjadi milik mustahik atau penerima manfaat. Nazir, sebagai pengelola bertugas untuk memastikan bahwa wakaf tersebut dapat dikelola agar hasilnya lebih bermanfaat dan produktif.

Baca juga: Legalitas wakaf saham di Indonesia, dasar hukum dan aturan syariah

Baca juga: Skema wakaf saham di Indonesia

Baca juga: Mengenal wakaf saham, peluang beramal melalui pasar modal syariah

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024