Jakarta (ANTARA) - Sebagai umat islam tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan wakaf.

Wakaf adalah pemberian suatu harta dari milik pribadi menjadi kepentingan bersama sehingga kegunaannya mampu dirasakan oleh masyarakat luas tanpa mengurangi nilai harta tersebut.

Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan investasi, muncul inovasi dalam bentuk wakaf saham yang menawarkan cara baru untuk berkontribusi secara sosial.

Wakaf saham merupakan salah satu jenis wakaf produktif di pasar modal dan termasuk dalam aset bergerak. Mekanisme wakaf saham serupa dengan mewakafkan harta lainnya, tetapi yang berbeda adalah harta yang diwakafkan yaitu saham.

Perlu diperhatikan bahwa tidak semua saham di pasar modal dapat diwakafkan. Adapun saham yang bisa diwakafkan yaitu saham syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan masuk Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

Legalitas wakaf saham di Indonesia
Dalam penjelasan Tabung Wakaf dari Dompet Dhuafa, wakaf di Indonesia sudah diatur dalam PP No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Sedangkan dalam Peraturan Menteri No. 73 Tahun 2013 juga sudah disebutkan tentang cara perwakafan benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang. Begitupun mengenai wakaf uang sudah disebutkan dalam Fatwa MUI. 

Wakaf saham sudah diakui di Indonesia dan objek wakaf saham tersebut terdiri dari:

1.       Saham Syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

2.       Keuntungan investasi saham syariah (capital gain & dividen) dari investor saham

Pada model yang pertama, sumber wakaf berasal dari saham syariah yang dibeli investor syariah, bukan dari keuntungan.

Saham syariah yang akan diwakafkan kemudian disetor ke lembaga pengelola investasi. Sedangkan, keuntungan yang berasal dari pengelolaan saham syariah tersebut akan disetor ke lembaga pengelola wakaf oleh pengelola investasi.Saham syariah yang sudah diwakafkan tidak bisa diubah oleh pengelola wakaf tanpa seizin pemberi wakaf dan disebutkan dalam perjanjian wakaf.

Sementara pada model yang kedua, wakaf bersumber dari keuntungan investor saham syariah. Kemudian model wakaf ini akan melibatkan AB-SOTS (Anggota Bursa Syariah Online Trading System) sebagai institusi yang melakukan pemotongan keuntungan. 

Nantinya keuntungan ini akan disetor kepada lembaga pengelola wakaf. Lalu, pengelola wakaf akan mengkonversi keuntungan tersebut menjadi aset produktif seperti masjid, sekolah, lahan produktif, dan lain sebagainya.
 

Wakaf saham (ANTARA/HO-Dompet Dhuafa)

1. Saham syariah

Syarat utama dalam wakaf saham adalah bahwa saham yang diwakafkan harus berupa saham syariah, yaitu saham dari perusahaan yang usaha, produk, dan akadnya sesuai dengan prinsip syariah. Saham syariah juga tidak mencakup saham preferen atau golden shares.

Jenis saham yang dihalalkan diatur dalam Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Saham dianggap sesuai dengan syariah karena merupakan bukti penyertaan modal yang menguntungkan dalam bentuk bagi hasil atau dividen, serupa dengan konsep musyarakah atau syirkah.


2. Jelas secara objek dan nilainya

Saham yang diwakafkan harus jelas dalam hal objek dan nilainya. Hal ini mencakup jumlah lembar saham, nilai saham, dan apakah yang diwakafkan adalah saham itu sendiri atau hanya manfaat dari saham tersebut.

3. Wakaf adalah milik mustahik

Setelah saham diwakafkan, kepemilikannya berpindah kepada mustahik (penerima manfaat). Aset tersebut akan dikelola oleh nazir untuk dimanfaatkan secara produktif sehingga memberikan hasil yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas.

Baca juga: Skema wakaf saham di Indonesia

Baca juga: Mengenal wakaf saham, peluang beramal melalui pasar modal syariah

Baca juga: Tiga jenis wakaf berdasarkan peruntukkan serta syarat wakaf


 

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024