matahari bersinar optimal di wilayah khatulistiwa, sehingga terasa lebih terik
Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan Indonesia akan merasakan pengaruh variasi suhu akibat fenomena astronomi Equinox sebanyak dua kali dalam setahun.
Deputi Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa fenomena Equinox hanya berlangsung dua kali dalam setahun yaitu pada 21 Maret dan 23 September.
“Saat periode tersebut, salah satu konsekuensinya membuat sinar matahari bersinar optimal di wilayah khatulistiwa, sehingga terasa lebih terik,” kata dia.
Dia memaparkan bahwa fenomena Equinox itu biasa dan akan terjadi secara berulang sebanyak dua kali setiap tahunnya.
Sejumlah wilayah di khatulistiwa bumi, termasuk Indonesia dapat merasakan pengaruhnya karena, menurut dia, saat periode tersebut titik semu matahari akan berada pada posisi yang melintasi khatulistiwa.
Baca juga: BMKG: Waspadai suhu panas maksimum 37 derajat Celcius
Baca juga: Fenomena Equinox di planet-planet tata surya
Namun, BMKG menegaskan bahwa fenomena Equinox tidak mengakibatkan peningkatan suhu udara secara signifikan (ekstrem) maupun perubahan musim permanen di wilayah Indonesia.
Hasil pengamatan BMKG sebelum dan sesudah periode Equinox, mendapati variasi suhu harian maksimum pada siang dan suhu minimum pada malam hari di sejumlah daerah di Indonesia cenderung normal.
Guswanto menyebutkan, pengamatan dari Stasiun Meteorologi di Semarang mencatat suhu maksimum pada siang hari 36,2-36,6 Celsius (Agustus-September). Kemudian saat yang sama suhu minimum di Ruteng, Flores, Nusa Tenggara Timur sekitar 12,9 Celsius dan dan 15,0 Celsius di Jaya Wijaya, Papua.
Melalui penjabaran tersebut maka BMKG mengimbau masyarakat Indonesia untuk tenang, dan bijak merespon informasi seputar iklim dan cuaca dengan tetap meningkatkan kesiapsiagaan demi meminimalisir potensi risiko dinamika perubahan cuaca yang ada.
Baca juga: Periset BRIN jelaskan fenomena "bulan kembar" yang ramai dibicarakan
Baca juga: Dampak fenomena equinox, apakah bebahaya?
Baca juga: Perbedaan equinox dan solstice, apa dampaknya bagi Indonesia?
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024