Istanbul (ANTARA) - Bangladesh menyerukan diselenggarakannya "konferensi untuk semua pemangku kepentingan" guna mengatasi krisis Rohingya, karena Dhaka sudah kewalahan menampung pengungsi paling teraniaya di dunia.
"Bangladesh telah mencapai batasnya," kata Muhammad Yunus, penasihat utama pemerintah transisi Bangladesh, di sela-sela Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York pada Selasa (24/9).
Sebagai ekonom terkemuka, Yunus mengusulkan konferensi yang bertujuan untuk meninjau situasi yang disebabkan krisis tersebut serta mencari solusi inovatif.
Seraya menyatakan keprihatinan atas memburuknya keamanan di wilayah perbatasan, Yunus meminta para aktor internasional, termasuk Dewan Keamanan PBB dan ASEAN, untuk turut menangani isu ini.
"Repatriasi (pengungsi) yang tertunda telah mengakibatkan hilangnya sumber daya manusia, baik bagi warga Rohingya maupun Myanmar," ujar dia.
Yunus memperingatkan pula bahwa tantangan yang tengah dihadapi Myanmar dapat meluas ke negara-negara tetangga.
Mengingat tidak ada satu pun warga Rohingya yang dapat kembali ke Myanmar dalam tujuh tahun terakhir karena akar permasalahan yang belum terselesaikan, ia mengatakan pemulangan tetap menjadi satu-satunya solusi berkelanjutan untuk krisis tersebut.
Yunus mendesak masyarakat internasional untuk mendukung mekanisme keadilan dan akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan terhadap warga Rohingya.
Sekitar 1,2 juta warga Rohingya telah tinggal di Bangladesh sejak Agustus 2017, setelah mereka menyelamatkan diri dari tindakan keras militer di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Dalam beberapa pekan terakhir, ratusan pengungsi Rohingya baru tiba di negara Asia Selatan tersebut.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Polres Sukabumi serahkan puluhan Suku Rohingya ke UNHCR
Penerjemah: Yashinta Difa
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024