Kita tidak bisa menyerahkan soal data dan 'mission management' itu ke orang lain.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti kecerdasan buatan (AI) M. Ridwan Prasetyarto mengingatkan kepada TNI Angkatan Laut wajib menguasai data saat berencana untuk mengadopsi teknologi otonom (autonomous technology) dalam postur kekuatan tempurnya.

Dalam forum diskusi kelompok (FGD) bertajuk Peperangan Berbasis Teknologi Otonom di Markas Besar TNI AL, Cilangkap, Jakarta, Rabu, Ridwan menegemukakan bahwa penguasaan terhadap data mutlak karena menyangkut pertahanan dan keamanan negara.

"Kita tidak bisa menyerahkan soal data dan mission management itu ke orang lain. Ini yang harus kita kuasai dan kita kembangkan sendiri. Sebetulnya kunci kemenangannya ada di situ atau strateginya ada di situ," kata Ridwan saat memaparkan materi mengenai teknologi otonom dalam acara FGD.

Dalam acara itu, dia menjelaskan ada tujuh teknologi yang dapat dibeli TNI AL untuk mengadopsi autonomous warfare (perang otonom), yaitu sistem sensor dan penginderaan jauh (sensors and sensing system), sistem komunikasi dan jaringan, sistem navigasi, dan sistem keamanan siber.

Selain itu, sumber-sumber energi yang mendukung operasi jangka panjang, kemudian dua teknologi yang penting, yaitu sistem analisis data dan big data serta sistem manajemen misi yang mengelola perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan demi memastikan seluruh teknologi otonom yang menjadi aset terkoordinasi dan beroperasi efektif.

Dari tujuh teknologi itu, dia menilai TNI AL dapat membeli lima teknologi pertama dari luar.

Akan tetapi, untuk sistem data dan big data serta sistem manajemen misi, menurut dia, harus dibangun di dalam negeri.

Terkait dengan data, Ridwan mengatakan bahwa penguasaan terhadap data, analisis data, dan big data itu merupakan fondasi dari penggunaan teknologi otonom.

Baca juga: TNI AL jajaki teknologi otonom untuk bangun kekuatan tempur ke depan
Baca juga: Pakar keamanan siber ingatkan batas waktu pembentukan Komisi PDP


Dalam struktur penggunaan teknologi otonom, Ridwan menggambarkan piramida yang terbagi dalam tiga bagian, yang paling mendasar adalah level operasional, kemudian tingkatan atasnya level analisis, dan paling atas atau yang menempati puncak itu disebut level strategis.

Di tingkatan terbawah, yaitu level operasional, Ridwan menyebut penopang utamanya ialah data. Data-data yang dia maksud itu terbagi atas data internal dan data eksternal.

Data internal mencakup di antaranya mengenai kesiapan tempur (battle-readiness) seperti data pasukan, data operasi, data armada dan penempatannya, data logistik, data intelijen, dan data persenjataan.

Untuk data eksternal, antara lain, mencakup data cuaca dan oseanografi, intelijen keamanan maritim, data navigasi dan hidrografi, data kapal-kapal yang melintas di perairan Indonesia dan sekitarnya (ships tracking), kekuatan militer negara-negara asing, infrastruktur transportasi, data keamanan siber, ekosistem maritim, energi dan sumber daya alam, lalu lintas udara, rute ekspor dan impor, kemudian data-data yang tersebar di dunia maya, sosial media, dan media massa.

"PR (pekerjaan rumah) mendasarnya ada di situ (penguasaan data, red.)," kata Ridwan.

Jika itu sudah dikuasai, kata dia, baru tahap selanjutnya terkait level analisis. Dalam hal ini, teknologi otonom dapat digunakan dalam tingkatan itu.

"Analytics itu wilayah mesin," kata dia merujuk pada machine learning yang merupakan kemampuan dari teknologi otonom.

Dengan demikian, kata Ridwan, ke depan TNI AL harus memiliki perwira-perwira ahli strategi yang mampu mengorkestrasi teknologi-teknologi otonom yang nantinya dibeli oleh TNI AL.

Baca juga: Ketua MPR minta pemerintah segera bentuk OPDP
Baca juga: Wakil Ketua DPR dukung Kemenhan tambah Angkatan Siber


"Di TNI AL sebetulnya, AI ini membawa konsekuensi kita harus lebih banyak punya ahli strategi, bukan ahli analytics karena analytics itu wilayah mesin. Jadi, ahli strategi di level atas sampai di level lapangan harus ada untuk mengoperasikan dan mengawasi AI itu sendiri," kata Ridwan yang meneliti machine learning dan kecerdasan buatan (AI) sejak 1995.

TNI AL mengumpulkan berbagai ahli dan pakar untuk membahas teknologi otonom dan tren peperangan berbasis teknologi otonom (autonomous warfare) dalam sebuah forum diskusi kelompok (FGD) di Jakarta, Rabu.

FGD itu mengangkat tema Autonomous Warfare for Revolution Maritime Operation Affair dengan menghadirkan sejumlah pembicara, yaitu Asisten Khusus Menteri Pertahanan RI Laksamana Madya TNI (Purn.) Didit Herdiawan Ashaf, Peneliti M. Ridwan Prasetyarto, Wakil Kepala BRIN Prof. Amarulla Octavian, dan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro.

Kegiatan itu diikuti jajaran pimpinan TNI AL baik di lingkungan Mabes TNI AL, Korps Marinir TNI AL, Komando Armada RI, Pangkalan Utama TNI AL, dan Pangkalan TNI AL.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024